Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali
kepada Sin Liong, apalagi setelah terbukti banyak penghuni yang sembuh dari
penderitaan penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat seperti
yang ditunjuk oleh pemuda itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong
mereka dan diperlakukan dengan sikap penuh hormat. Setelah "terpaksa"
tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong mendapatkan
kenyataan bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan
wajar sehingga mudah saja di antara mereka terjalin persahabatan yang akrab.
Bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan terangterangan tanpa dibuat-buat dan
tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada Sin
Liong, Swat Hong menyambut pernyataan itu dengan hati terharu. Diam-diam
menaruh hati kasihan kepada dara Pulau Neraka ini karena dia tahu bahwa hati
suhengnya itu jauh daripada cinta!
Suhengnya belum pernah mengacuhkan tentang hubungan di antara mereka, juga
suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu. Dianggapnya
suhengnya itu terlalu "dingin" dan sudah seringkali dia sendiri
merasa kecewa melihat suhengnya sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat!
Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suhengnya, sungguhpun dia
merasa suka sekali kepada pemuda itu namun sebagai seorang dara remaja, tentu
saja dia merasa tidak puas menyaksikan sikap pemuda yang "dingin"
saja terhadapnya.
Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan normal, tentu saja Swat Hong
juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan
suka, bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini agaknya, akan merasa
bangga kalau semua orang laki-laki jatuh cinta kepadanya! Hari keberangkatan
mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat Hong diantar
oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, dimana telah tersedia sebuah
perahu yang lengkap dengan layar, dayung,dan bekal makanan. Soan Cu mengantar
dengan mata berlinang air mata.
Semenjak tadi dara ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut
pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong. "Hushhh, apakah kau gila?"
demikian kakeknya menjawab. "Kau hendak ikut ke Pulau Es? tidak tahukah
kau bahwa semua penghuni Pulau Neraka dilarang menginjakan kaki ke Pulau Es?
Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar
hukum!"
Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri
sedang menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha
mencari ibunya. Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan
pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau
kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para
penghuni Pulau
Neraka yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es. Setelah
perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong pergi Jauh, Soan Cu
menjatuhkan dirinya menangis.
"Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal
lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku
harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang pergi mencari ibunya!"
Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng
cucunya yang tercinta itu kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir
sekali karena dia tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh
cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka. Dia
maklum bahwa agaknya takan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan
pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup
baginya di pulau itu?
Puteranya telah lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat
hidupnya berarti hanyalah Soan Cu. Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es,
Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah
menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong,
namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke
Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es.
"Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku
telah melanggar janjiku untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?"
Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati Pulau Es.
"Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun
marahnya, aku percaya bahwa suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan
kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...."
"Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali
lebih kejam daripada racun yang paling jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena
hasutan mulut wanita jahat itu..."
"Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan menyangka yang
bukan-bukan. Sudalah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang
membayangkan hal yang belum terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu
dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku
tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang
menimpa kita berdua."
"Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi
aku?"
"Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?"
"Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai
kesalahan apa pun."
"Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita
mendarat."
Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa
beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi
menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya
memanggil mereka. Makin tidak enak mereka, namun dengan tenang Sin Liong
mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah pulau itu, menemui
Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu Bwee. Tak lama kemudian, keduanya
berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-laridatang bersama
permaisuri dan pembantu-pembantu yang terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa
girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya
dengan girang melihat di pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya
sudah tiba di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya
ke arah mereka sambil membentak,
"Manusia-manusia rendah! kalian masih berani menginjakan kaki di Pulau
Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!"
"Ayah...!!"
"Suhu...!!"
"Plak! Plak!!"
Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan
kecepatan kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong
menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda yang menjadi
kaget setengah mati dan merangkak bangun itu.
"Jangan sebut aku Ayah dan Suhu! Kalian berdua telah minggat dengan
diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han!
Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!"
"Ayahhhh....apa...apa yang terjadi....? Mana Ibuku...?"
"Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda
banyak!"
"Ayah...!"
"Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!"
"Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat
Hong yang berlutut itu menangis sesungguhnya.
"Bagus! Kau minta mati?"
"Suhu...!" Suara Sin Liong ini mengandung wibawa sedemikian
hebatnya sehingga Han Ti Ong sendiri sampai terkejut menghentikan langkahnya
yang hendak menghampiri puterinya. Sepasang mata Sin Liong mengeluarkan sinar
yang luar biasa dan sejenak Ha Ti Ong ragu-ragu. Teringatlah dia akan keadaan
dahulu ketika anak ajaib ini menyuruhnya
menolong The Kwat lin, menyuruhnya berhenti untuk menguburkan mayat-mayat.
Seperti itu pula kekuatan mujijat yang keluar dari sepasang mata itu. Sepasang
mata yang sedikitpun tidak membayangkan takut, atau marah, atau kekerasan,
hanya membayangkan kelembutan yang mengharukan.
"Suhu, harap suhu bersabar dulu. Menjatuhkan hukuman tanpa memberitahu
kesalahan orang, sungguh tidak adil sekali, sungguhpun Sumoi adalah puteri Suhu
sendiri."
Bangkit kembali marah Han Ti Ong. "Sin Liong, bagus perbuatanmu, ya?
Kau masih berpura-pura lagi? Dia pergi tanpa pamit, hal itu masih belum
apa-apa, akan tetapi dia pergi lalu kau susul, bersamamu pergi sampai
berbulan-bulan, pantaskah itu? Kalian tidak tahu malu, dan menodakan nama baik
keluarga KerajaanHan!"
Diam-diam Sin Liong terheran. mengapa suhunya berubah seperti ini? Tentu
saja dia tidak tahu betapa para keluarga yang membenci Liu Bwee telah
menggunakan kesempatan selagi terjadi peristiwa penghukuman atas diri Liu Bwee
itu untuk membakar hati raja ini, terutama sekali melalui mulut permaisuri!
"Ayah, jangan menuduh yang bukan-bukan. Aku memang pergi dan bertemu
dengan suheng, akan tetapi apakah salahnya dengan itu?"
"Hemm, apa, salahnya, ya? Tidak salahkah kalau seorang pemuda dan
seorang dara berdua saja sampai hampir setengah tahun lamanya? Mungkinkah tidak
akan terjadi apa-apa antara kalian, di tempat sunyi, hanya berdua saja!
Hem...hemmm... siapa percaya tidak akan terjadi apa-apa yang kotor?"
ucapan ini keluar dari mulut permaisuri, The Kwat Lin yang tersenyum mengejek.
"Ibu, kalau Enci Hong dan Suheng melakukan hubungan gelap, kawinkan
saja mereka, mengapa rebut-ribut?" Tiba-tiba Bu Ong, putera raja yang baru
berusia kurang lebih delapan tahun itu, berkata dengan suara nyaring.
"Hussshhh! Tutup mulutmu!" Kwat Lin membentak puteranya yang
segera cemberut, tapi memandang kepada Swat Hong dan Sin Liong dengan pandang
mata mengejek. Hampit saja Swat Hong tak dapat percaya akan apa yang
didengarnya. Ayah dan ibu tirinya menuduh dia berjinah dengan Sin Liong! Dengan
dada sesak dan kemarahan yang meluap-luap, Swat Hong lupa diri dan meloncat
bangun, menjerit dengan kata-kata yang seperti dilontarkan kepada ayahnya,
"Ayah! Mengapa ada fitnah sekeji ini? Ayah, insyaflah, Ayah telah
dikelabui, Ayah telah mabuk oleh rayuan..."
"Plak! Desss!!"
Tubuh Swat Hong terlempar dan tergulingguling ketika terkena tamparan dan
pukulan tangan ayahnya sendiri.
"Suhu, ini tidak adil sama sekali!"
"Plak! Desss!!!"
Tubuh Sin Liong juga terjungkal, Akan teapi pemuda ini sudah meloncat bangun
kembali. Sedikit pun tidak merasa takut, bahkan kini dia memandang tajam kepada
Han Ti Ong.
"Suhu, andaikata Suhu memukul tee-cu sampai mati sekalipun, suah
sepatutnya karena karena tee-cu hanyalah seorang murid yang telah menerima
banyak kebaikan dari Suhu dan tee-cu rela membalasnya dengan nyawa. Akan tetap,
Sumoi adalah puteri Suhu sendiri, darah daging suhu sendiri! Mengapa Suhu
begitu tega? Di manakah rasa kasih di hati Suhu?"
"Keparat!"
Han Ti Ong memaki dengan suara gemetar saking marahnya. Melihat betapa Sin
Liong berani menantangnya untuk membela Swat Hong makin besar kepercayaannya
akan desas-desus bahwa puterinya main gila dengan muridnya ini.
"Kau mau memberi kuliah kepadaku? Kalau dia orang lain, aku tidak akan
perduli apa yang dilakukannya. Justru karena dia anaku dan aku cinta kepada
anakku, maka aku perlu mengajarnya!"
"Hemmm, begitulah cinta di hati Suhu? Cinta suhu siap untuk berubah
menjadi kemarahan, kebencian yang meluap karena Suhu merasa bahwa puteri Suhu
tidak menyenangkan hati suhu? itu bukan cinta, Suhu! Suhu hanya mementingkan
diri sendiri, kalau disenangkan hati Suhu, biar orang lain sekalipun akan Suhu
perlakukan dengan baik, akan tetapi kalau hati Suhu dikecewakan, biar anak
sendiri akan dibunuh!"
"Plak-plak! Dess...!"
Kembali tubuh Sin Liong terjungkal dan kini darah mengucur dari mulut dan
hidungnya.
"Suheng...! Ahhh, Ayah... Jangan...!"
Swat Hong sudah meloncat ke depan dan menubruk suhengnya.
"Anak durhaka, murid murtad! Dess!"
kini Swat Hong yang mengeluh dan terjungkal terkena tendangan ayahnya yang
sedang marah itu. Masih untung bagi mereka berdua bahwa Han Ti Ong hanya
berniat mengajar dan menghukum, kalau berniat membunuh, tentu mereka sudah tak
benyawa lagi. Saking marahnya, biarpun melihat murid dan puterinya sudah
beberapa kali dihantam dan ditendangnya sampai mulut dan hidung mengeluarkan
darah dan muka mereka bengkak-bengkak, Han Ti Ong masih saja menghajar mereka.
"Ongya, harap ampunkan mereka...."
Tiba-tiba beberapa orang pembantu utama berlutut di depan Raja yang marah
ini dan menyabarkan hatinya. Han Ti Ong berdiri dengan napas terengah-engah,
mata terbelalak dan muka merah sekali. dia menjadi hampir putus napasnya saking
marahnya.
"Hemmm, mereka ini bocah-bocah kurang ajar yang layak dibunuh!"
katanya.
"Ongya, sejak dahulu belum pernah ada hukuman dilaksanakan tanpa
diadili lebih dulu, harap Ongya ingat akan keadilan Kerajaan Pulau Es yang
sudah terkenal semenjak ratusan tahun," kata seorang pembantu yang sudah
berusia lanjut. Han Ti Ong menghela napas panjang dan dia teringat.
Sebetulnya, dia sedang berada dalam keadaan duka dan kecewa. Duka mengingat
akan istrinya, Liu Bwee, yang kini menimbulkan penyesalan di dalam hatinya
karena dia pun mulai meragukan kesalahan istrinya itu. Kecewa karena
serangkaian peristiwa yang tidak menyenangkan hatinya, mengganggu ketentraman
hidupnya di Pulau Es.
"Anak durhaka, untung engkau belum kubunuh! Kau boleh membela diri,
kalau memang masih ada yang akan kau katakan!"
Dengan tubuh sakit-sakit dan hampir pingsan, Sin Liong masih dapat membantu
Sumoinya, bangkit duduk, bahkan tidak memperdulikan keadaan dirinya sendiri,
dia menyusuti peluh, air mata dan darah dari muka sumoinya, kemudian menarik
sumoinya untuk berlutut di depan raja yang sedang marah itu.
"Sumoi, laporkanlah semuanya kepada Suhu..." bisiknya.
"Apa gunanya? Biarlah aku dibunuh! Biarlah, Ibu lenyap tak berbekas
dan akan dibunuhnya... tentu akan puas hatinya...hu-hi-huuuuukkk...."
Swat Hong menangis terisak-isak. Melihat keadaan puterinya ini, tersentuh
juga rasa hati Raja Han Ti Ong.
"Sin Liong, hayo ceritakan apa yang terjadi! kami semua menuduh kalian
berdua selama berbulan-bulan dan tentu kalain telah melakukan perbuatan yang tidak
senonoh. Mengakulah! Awas, kalau kau membohonng, akan kubunuh kau sekarang
juga!"
"Suhu boleh membunuh teecu kalau teecu berbohong. Bahkan kalau teecu
tidak membohong sekalipun, teecu menyerahkan nyawa teecu kepada suhu.
Sebetulnya, ketika melihat sumoi pergi membuang diri ke Pulau Neraka dan
melihat Subo juga pergi, teecu merasa kasihan dan berkhawatir sekali. Maka
teecu diam-diam lalu mengejar dan menyusul ke Pulau Neraka."
Kemudian dengan panjang lebar dan jelas Sin Liong menceritakan semua pengalaman
mereka di Pulau Neraka dan mengapa mereka sampai berbulan-bulan berada di pulau
itu. Berkerut Raja Han Ti Ong. Di lubuk hatinya, dia percaya kepada muridnya
ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat membohong dengan sikap
seperti yang diperlihatkan muridnya. Tidak, tentu muridnya tidak berbohong.
Akan tetapi hatinya masih marah dan ia makin marah ketika mendengar betapa
Pulau Neraka telah berani menahan puterinya sebagai sandera!
"Swat Hong! Benarkah cerita Sin Liong?" bentaknya kepada dara
yang
masih menangis sesenggukan itu.
"Apa gunanya Ayah bertanya kepadaku? Lebih baik Ayah menyelidiki
sendiri ke Pulau Neraka. Kalau aku dan suheng berbohong, boleh bunuh seribu
kali juga tidak apa."
Memang sejak dahulu Swat Hong bersikap manja kepada ayah bundanya, pula dia
memiliki watak keras, tidak takut mati, maka dalam keadaan seperti itu pun dia
bersikap berani dan menantang!
"Siapkan pasukan, tiga puluh orang untuk ikut bersamaku ke Pulau
Neraka!" Raja itu memerintah kepada pembantunya dengan suara marah dan
pada hari itu juga dia berangkat bersama tiga puluh orang pasukan menuju ke
Pulau Neraka! Dapat dibayangkan betapa gagetnya para penghuni Pulau Neraka
ketika diserbu oleh pasukan Pulau Es yang dipimpin Oleh Raja Han Ti Ong
sendiri! Ouw Kong Ek sendiri yang maju dan berusaha melawan, dalam belasan
jurus saja telah dirobohkan dan dipaksa menceritakan apa yang terjadi ketika
puteri Raja Pulau Es itu berada di Pulau Neraka. Dengan kebencian dan dendam
yang makin mendalam, Ouw Kong Ek menceritakaan keadaan sebenarnya, tepat
seperti yang telah didengar oleh Han Ti Ong dari mulut Sin Liong. Maka mulailah
raja ini merasa menyesal mengapa dia telah terburu nafsu menghajar, bahkan
hampir saja membunuh Sin Liong dan Swat Hong yang sebetulnya tidak berdosa.
Mulailah dia teringat bahwa kemarahanya itu timbul karena bujukan dan kata-kata
yang membakar dari permaisurinya.
Dia menjadi marah sekali dan kemarahannya itu dilampiaskannya di Pulau
Neraka. Pulau itu diobrak-abrik, sebagai hukuman telah berani menahan
puterinya. Bahkan kitab catatan Sin Liong tentang racun dan pengobatanya,
dihancurkan dan dibakarnya! Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Han Ti Ong
memimpin pasukannya meninggalkan Pulau Neraka, meninggalkan para penghuni yang
banyak menderita luka lahir batin itu dan Raja ini telah menanamkan dendam yang
makin menghebat di dalam hati para penghuni Pulau Neraka. Sepekan kemudian,
barulah rombongan Han Ti Ong tiba kembali di Pulau Es dan wajah Raja ini
seketika pucat setelah dia mendengar berita yang lebih hebat dan mengejutkan
lagi, yaitu bahwa sehari setelah dia dan pasukanya berangkat,
permaisuri dan pangeran telah pergi meninggalkan Pulau Es! Dan belum
pulang. Makin terpukul lagi bathin Raja Han Ti Ong ketika dia mendapat
kenyataan bahwa kitab-kitab pusaka Pulau Es telah lenyap, berikut banyak harta
benda berupa mas dan permata yang disimpan didalam kamarnya! Hampir saja dia
roboh pingsan mendapat kenyataan bahwa permaisurinya, The Kwat Lin, gadis yang
ditolongnya itu, ternyata telah berkhianat!
"Mengapa tidak kalian larang mereka pergi? Mengapa? Sin Liong, engkau
muridku, mengapa engkau mendiamkan saja pergi membawa pusaka-pusaka kita?"
dalam bingung dan marahnya dia menegur Sin Liong.
"Suhu, Subo pergi hanya memberi tahu bahwa Subo bersama Sute hendak
menyusul ke Pulau Neraka. Siapa yang berani menghalangi Subo? Kami semua tidak
ada yang mengira bahwa Subo tak kan kembali, dan tidak ada yang tahu bahwa Subo
membawa sesuatu, harap maafkan teecu." Han Ti Ong membanting-banting
kakinya, lalu berlari memasuki kembali istana setelah tadi dia memeriksa dan
melihat kehilangan pusaka Pulau Es. Ketika dia memanggil dua orang muda
menghadap, Sin Liong dan Swat Hong melihat perubahan hebat terjadi pada diri
raja sakti ini. wajahnya menjadi suram dan gelap, sepasang mata yang biasanya
bersinar dan berpengaruh itu, menjadi redup seperti lampu kekurangan minyak.
Dan rambut yang tadinya hanya sedikit putihnya, mendadak berubah hampir
seluruhnya, dan suaranya tidak bersemangat ketika berkata,
"Sin Long..., Swat Hong..., kalian ampunkan aku..."
"Suhu...!" Sin Liong berlutut dan menundukan muka.
"Ayah... jangan berkata begitu Ayah...!"
Swat Hong meloncat menubruknya. Ayah dan anak itu saling rangkulan dan Sin
Liong makin menundukan mukanya ketika mendengar suhunya menangis mengguguk
seperti anak kecil ! Setelah Han Ti Ong dapat menguasai kembali hatinya dia
mencium dahi puterinya dan menyuruhnya duduk kembali. Swat Hong menyusuti air
matanya dan berlutut di dekat Sin Liong.
"Aku telah bedosa. Sekarang baru aku tahu...aku telah berdosa. Mungkin
sekali...tidak, aku yakin sekarang, bahwa ibu Swat Hong tidak bersalah apa-apa,
hanya terkena fitnah... aih, apa yang telah kulakukan? Dan aku hampir saja
membunuhmu, Sin Liong, dan kau Swat Hong anaku. Orang macam apa aku ini? Dan
aku mengaku cinta kepada anakku? Huh, huh, engkau benar, Sin Liong. Tidak ada
cinta di dalam hatiku yang kotor, yang ada hanya nafsu berahi sehingga mudah
saja aku dipermainkan oleh wanita itu. Aihhhh....kalian maafkan aku. Swat Hong,
hanya satu pesanku kepadamu, anakku. Kau... kau menjadilah jodoh Sin Liong.
Jadilah kalian suami istri, baru akan terobati hatiku..."
"Suhu...!"
"Ayah...!"
"Muridku....anakku....,maukah kalian melegakan hatiku? Aku ingin
menebus kesalahanku... aku ingin melihat kalian menjadi suami istri, kalian
anak-anak malang..."
"Suhu, teecu mohon ampun. Teecu...tidak ada dalam hati teecu untuk
memikirkan soal jodoh..."
"Ayah, mengenai jodoh tidak dapat ditentukan begitu saja. Biarkan kami
menentukannya sendiri..."
Han Ti Ong menarik napas panjang, memejamkan mata sebentar, kemudian
bangkit berdiri, membalikan tubuh dan berjalan memasuki kamarnya meninggalkan
dua orang muda yang masih berlutut itu. Semenjak saat itu, sampai berhari-hari
lamanya, Raja itu tidak pernah keluar dari kamarnya sehingga membuat gelisah
semua pembantunya. Keadaan di Pulau Es tidak seperti biasa, semua penghuni
dapat merasakan ini. Semenjak terjadinya peristiwa yang memalukan dan
menyedihkan menimpa keluarga Raja Han Ti Ong, keadaan Pulau Es sunyi dan semua
wajah para penghuni kelihatan muram. bahkan cuaca juga seolah-olah berubah
suram, seringkali malah menjadi gelap oleh mendung tebal. Hati semua orang
merasa gelisah tanpa mereka ketahui sebabnya, seolah-olah merupakan tanda
rahasia bahwa akan terjadi hal-hal lebih hebat lagi.
Peristiwa yang menyedihkan yang menimpa Han Ti Ong bisa menimpa diri setiap
orang, dan memang kita sebagai manusia hidup selalu terlupa bahwa mengejar
kesenangan sama artinya dengan memanggil kesengsaraan! Kita hidup dibuai khayal
akan keadaan yang lebih baik, lebih menyenangkan dari pada keadaan seperti apa
adanya. Kita tidak pernah membuka mata, tidak pernah menghayati keadaan saat
ini, tidak dapat melihat bahwa saat ini mencakup segala keindahan. Dengan
membandingkan keadaan kita dengan keadaan lain, kita selalu menganggap bahwa
keadaan buruk tidak menyenangkan, dan kita selalu memandang jauh kedepan,
mencari-cari dan menghayalkan yang tidak ada, keadaan yang kita anggap lebih
menyenangkan.
Karena kebodohan kita inilah maka kita hidup dikejar-kejar oleh kebutuhan
setiap saat, detik demi detik kita mengejar kebutuhan. Kebutuhan adalah
keinginan akan sesuatu yang belum tercapai, yang kita kejar-keja. Lupa bahwa
kalau yang satu itu dapat tercapai, di depan masih menanti serbu yang lain yang
akan mejadi keinginan dan kebutuhan kita selanjutnya. Maka, berbahagialah dia
yang tidak membutuhkan apa-apa! Bukan berarti menolak segala kesenangan,
melainkan tidak mengejar apa-apa sehingga kalau ada sesuatu yang datang menimpa
diri, bukan lagi merupakan kesenangan atau kesusahan, melainkan dihadapi
sebagai suatu yang sudah wajar dan semestinya sehingga tampaklah keindahan yang
murni!
[bersambung]
Main facebook dapat UANG,
dapat PULSA sekaligus Sedekah InsyaAllah barokah.
Silahkan Kunjungi : KLIK
>> www.income-syariah.com/?id=agung79
(Setiap kunjungan, InsyaAllah
Anda akan mendapat Gratis 10 Software Islami, dan silahkan meni'mati tausiah
penyejuk jiwa dari para ustadz yang ikhlas, Ust. Yusuf Mansur, Ust. Arifin
Ilham dll semoga bermanfaat)
No comments:
Post a Comment