Kwee Lun
memunggut pedangnya, mengikatkan sarung
pedang di punggung lalu membusungkan dadanya
yang sudah membusung tegap itu sambil menepuk dada dan berkata, "Nona Han...." "Kwee-twako, sekali mau mengenal
orang, aku tidak mau bersikap kepalang. Aku
menyebutmu Twako (kakak), berarti aku sudah percaya kepadamu. Maka janganlah kau masih bersikap sungkan menyebutku
Nona. Namaku Swat Hong dan tak perlu
kau menyebutku Nona seperti orang asing."
"Hemm,
bagus sekali!" Kwee Lun bertepuk tangan dan memandang ke langit.
"Bukan
main! Aku benarbenar berbahagia dapat memperoleh adik seperti engkau! Nah, Hong-moi (adik Hong), kauceritakanlah kepada kakakmu
ini. Ceritakan semuanya, kalau ada
penasaran, akulah yang akan membereskan untukmu!
Kakakmu ini sekali bicara tentu akan dipertahankan sampai mati!"
Diam-diam
Swat Hong merasa girang dan kagum. Inilah seorang laki-laki sejati! Seorang jantan! Sekaligus dia memperoleh seorang sahabat yang
boleh dipercaya seorang kakak dan
sebagai pengganti seorang keluarga setelah dia kehilangan
segala-galanya. Dia telah kehilangan ibunya, ayahnya, keluarga ayahnya, bahkan akhirnya dia kehilangan suhengnya dan dalam
keadaan seperti itu tiba-tiba muncul seorang
seperti Kwee Lun!
"Kwee-twako
aku baru saja meninggalkan tempat tinggalku di
tengah-tengah laut di sekitar sana!" Dia menuding
ke arah laut bebas.
"Di
manakah tempat tinggalmu itu? Di sebuah pulau?"
Swat Hong mengangguk, masih agak ragu-ragu. "Pulau apa, Hongmoi?"
"Pulau
Es..." "Hah...?" Benar saja seperti dugaannya, nama Pulau Es mendatangkan kekagetan luar biasa, bahkan wajah pemuda itu berubah
menjadi agak pucat dan dia memandang
dara itu seperti orang melihat iblis di tengah hari!
"Pulau...
Pulau Es...??"
Seperti
juga semua orang di dunia kang-ouw, Pulau Es hanya
didengarnya seperti dalam dongeng saja, dan pangeran Han Ti Ong yang pernah menggegerkan dunia kang-ouw disebut sebagai seorang
dari Pulau Es, seorang yang memiliki
kepandaian seperti dewa! Dan kini pemuda itu mendengar
bahwa dara itu dari Pulau Es.
"Kwee-twako!
Jangan memandangku seperti memandang siluman
begitu...!"
"Ohh...
eh...., maafkan aku, Moi-moi! Hati siapa
yang mau percaya? Akan tetapi aku percaya padamu, Moimoi! Wah! Aku percaya sekarang! Kau pantas kalau dari Pulau Es. Ilmu
kepandaianmu luar biasa, bukan seperti manusia
lumrah. Mana ada gadis biasa mampu mengalahkan
Kwee Lun dalam beberapa jurus saja? Aku malah bangga! Seorang penghuni Pulau Es menyebutku twako dan kusebut Moi-moi!
Ha-ha-haha, Suhu tentu akan tercengang
saking kagetnya kalau mendengar ini!"
Melihat pemuda itu petentang- petenteng mengangkat dada seperti orang
membanggakan
diri sebagai seorang sahabat baik penghuni Pulau Es, Swat Hong menjadi geli hatinya.
"Hong-moi,
engkau tidak tahu betapa bangga dan besarnya
hatiku. Aihh, sekali ini, baru saja meninggalkan Suhu untuk merantau seorang diri, aku telah bertemu dan dapat bersahabat denganmu.
Betapa bangga hatiku!"
Swat
Hong terkejut. Baru teringat olehnya bahwa dia tadi belum melanjutkan syaratnya, maka cepat dia berkata, "Kalau begitu,
berjanjilah bahwa engkau tidak akan menceritakan
kepada siapapun juga tentang keadaan diriku, kecuali
namaku saja. Berjanjilah Twako!"
Kwee Lun
memandang kecewa. "Tidak menceritakan
kepada siapapun juga bahwa engkau adalah penghuni Pulau Es? waaahhh... ini..."
Tentu
saja hatinya kecewa karena hal yang amat dibanggakan itu tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Mana bisa dia
berbangga kalau begitu?
"Kwee
Lun." tiba-tiba Swat Hong berkata
dengan lantang.
"Hanya
ada dua pilihan bagimu. Berjanji
memenuhi permintaanku dan selanjutnya menjadi sahabat
baiku, atau kau tidak mau berjanji akan tetapi kuanggap sebagai seorang musuh!"
"Wah-wah...
aku berjanji! Aku berjanji! Bukan karena takut kepadamu,
Hong-moi, aku bukan seorang penakut dan juga tidak takut mati, akan tetapi karena memang aku merasa suka sekali kepadamu. Aku
tidak sudi menjadi musuh! Nah, aku
berjanji, biarlah aku bersumpah bahwa aku tidak akan menceritakan kepada siapapun juga tentang asal-usulmu, kecuali...
hemm, tentu saja kalau... kalau kau sudah
mengijinkan aku. Siapa tahu..." Sambungnya penuh
harap. Swat Hong tersenyum lega.
"Baiklah,
Kwee-twako. Aku percaya bahwa engkau akan memegang teguh
janjimu. Sekarang dengarlah cerita singkatku
dan kuharap kau suka membantuku. Aku adalah puteri dari Raja Pulau Es..."
"Aduhhhh...."
Kembali
mata itu terbelalak dan kwee Lun segera membungkuk,
agaknya malah akan berlutut!
"Twako,
kalau kau berlutut atau melakukan hal yang bukan-bukan
lagi, aku takan sudi bicara lagi kepadamu!"
Kwee Lun
berdiri tegak lagi.
"Hayaaaa...
siapa bisa menahan datangnya hal-hal yang
mengejutkan secara bertubi-tubi ini? Baiklah, aku taat... eh, benarkah aku boleh menyebutmu Moi-moi?"
"Siapa
bilang tidak boleh ! Aku hanya bekas puteri raja!
Ayahku telah meninggal dunia dan Ibuku..., ah, aku sedang mencari Ibuku yang pergi entah kemana. Kwee-twako, aku tidak bisa menceritakan
lebih banyak lagi. Yang penting
kauketahui hanya bahwa Ibuku telah berbulan-bulan meninggalkan
Pulau Es, entah ke mana perginya dan aku sedang mencarinya. Juga aku telah saling berpisah dengan Suhengku. aku sedang pergi
merantau dan sekalian mencari Ibuku dan
Suhengku."
"Aku
akan membantumu!"
Kwee Lun menggulung lengan bajunya yang memang sudah pendek sampai
kebawah siku itu.
"Jangan
khawatir!"
"Terima
kasih, Twako. Dan sekarang, engkau hendak ke
manakah?"
"Sudah
kukatakan tadi bahwa aku meninggalkan Pualu Kura-kura untuk pergi merantau meluaskan pengalaman, sekalian memenuhi
permintaan penduduk kota Leng-sia-bun yang
berada tak jauh dari pantai ini."
"Permintaan apa, Twako?"
"Beberapa
orang penduduk bersusah payah mencari Suhu di Pulau
Kura-kura, dan mereka mohon pertolongan Suhu untuk menghancurkan komplotan busuk yang merajalela di kota ini. Suhu lalu
memerintahkan aku pergi, dan sekalian aku diberi waktu
setahun untuk merantau sendirian. Kebetulan sekali
aku bertemu denganmu di sini. Marilah kau ikut bersamaku ke Leng-siabun, tentu kau akan gembira melihat keramaian ketika aku menghadapi komplotan itu. Setelah selesai urusanku di sana,aku menemanimu
mencari Suhengmu dan Ibumu."
Swat
Hong mengangguk setuju. Lega juga hatinya, karena
kini ada seorang teman yang setidaknya lebih banyak mengenal keadaan daratan besar dari pada dia yang asing sama sekali.
"Baik,
Twako. Akan tetapi perutku...."
"Eh,
perutmu mengapa? Sakit...."
"Sakit....
lapar...!"
Kwee Lun tertawa-tawa bergelak dan Swat Hong juga tertawa. Keduanya
merasa lucu dan gembira karena mendapatkan
seorang teman yang cocok wataknya!
"Kalau begitu, tidak jauh bedanya dengan perutku! mari kita cepat pergi.
Leng-sia-bun terdapat banyak makanan
enak!"
"Tapi
.... perahumu itu? Bagaimana kalau ada yang
curi nanti ?"
"Hemm,
siapa berani mencurinya? Lihat, bentuk perahuku itu. Bentuknya seperti seekor kura-kura, lengkap dengan kepalanya dan
ekornya. Melihat itu, semua orang tahu
bahwa itu milik Pulau Kura-kura, siapa berani mengganggunya?
Perahumu yang berada di dekat perahuku juga aman."
"Wah, kalau begitu nama Suhumu sudah terkenal sekali!"
“Memang, dan sekarang aku akan
membuat nama agar sama terkenalnya dengan nama suhu!"
Berangkatlah kedua orang muda itu menuju ke utara, melalui sepanjang pantai itu
lalu mendekati sebuah daerah
pegunungan, menuju ke kota Leng-sia-bun yang letaknya
tidak jauh dari pantai laut, tak jauh dari muara sungai Huai. Kota Lengsia-bun merupakan kota pantai yang ramai
dan padat penduduknya. Karena daerah
ini merupakan daerah perdagangan yang menampung datangnya hasil bumi dari pedalaman untuk dibawa oleh perahu-perahu ke pantai laut
yang lain, juga merupakan pasar besar pagi
para nelayan, maka penduduknya cukup makmur.
Rumah-rumah besar, toko-toko, hotel-hotel dan restoran-restoran membuktikan kemakmuran kota itu.
Akan
tetapi, seperti biasa terjadi dimanapun juga di
penjuru dunia dan di jaman apa pun, di kota Leng-sia-bun muncul juga manusia-manusia yang mempergunakan kesempatan untuk mencari
keuntungan dan menumpuk harta benda dengan
cara yang tidak layak, tidak halal, bahkan tidak
mempedulikan lagi nilai-nilai kemanusiaan. Telah
bertahun-tahun, di kota itu merajalela
komplotan yang dipimpin oleh seorang hartawan bernama Ciu Bo jin dan terkenal dengan sebutan Ciu- wangwe (Hartawan Ciu).
Sebenarnya,
tanpa diketahui oleh siapa pun di kota
itu, Ciu-wangwe adalah bekas seorang perampok
tunggal yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah rambutnya mulai putih dan dia berhasil mengumpulkan kekayaan, tinggallah dia di
kota Leng-siabun menjadi seorang pedagang.
Mula-mula dia mendirikan sebuah rumah makan.
Setelah rumah makannya maju, dia membuka rumah judi dan rumah penginapan.
Tentu
saja dia mengumpulkan bekas teman-temannya dari kalangan
hitam untuk bekerja kepadanya dan merangkap menjadi tukang pukul, akan tetapi Ciu-wangwe melarang keras kepada anak buahnya untuk memperlihatkan sikap kasar dan sewenang-wenang karena dia maklum
bahwa itu bukan merupakan cara untuk
mengumpulkan kekayaan di sebuah kota. Dengan
licin sekali, Ciu-wangwe mempengaruhi para pembesar kota itu dengan jalan seringkali mengirimkan hadiah kepada mereka. Bahkan bukan
uang saja yang dijadikan umpan untuk
memancing ikan besar dan menjinakan haimau, akan
tetapi dia juga mempergunakan wanita-wanita muda!
Terkenallah
hotel dan rumah judi yang didirikan
Ciu-wangwe karena kedua tempat ini juga merupakan tempat
berpelesir di mana disediakan perempuan muda sebagai pelacur-pelacur kelas tinggi! Bahkan restorannya juga amat laris karena disitu
bercokol pula beberapa orang pelacur cantik yang
melayani para tamu makan minum dan memberi
kesempatan kepada para tamu sambil makan minum untuk colek sana sini!
Biarpun
banyak penduduk Leng-sia-bun yang menjadi korban judi, banyak
rumah
tangga berantakan, namun tidak ada orang yang mampu menyalahkan Ciu-wangwe karena rumah judi, hotel dan restoran yang dibukanya
adalah sah dan mendapat restu serta
perlindungan dari para pembesar setempat. Bahkan secara
terang-terangan, hampir semua pembesar di kota itu menjadi langganan Ciu-wangwe. Mereka yang gemar berjudi menjadi langganan pokoan (
tempat judi) di mana mereka dapat
berjudi apa saja sepuasnya dan tentu saja dalam melayani
para pembesar berjudi, orang-orang kepercayaan Ciuwangwe tidak berani main curang, tidak seperti jika melayani umum di situ dilakukan kecurangankecurangan yang menjamin kemenangan bagi si bandar judi.
Bagi para pembesar yang senang pelesir dengan wanita, mereka mendatangi
likoan (hotel) di mana tersedia kamar
yang mewah berikut pelacurnya yang tinggal pilih dan
mereka memperoleh pelayanan istimewa! Bagi yang mengutamakan lidah dan mulut, tersedia restoran yang menyediakan atau mengirim arak
wangi dan masakan lezat!
Kesewenang-wenangan
Ciu-wangwe tidaklah tampak atau terasa
secara langsung oleh penduduk. Hanya apabila ada orang berani mendirikan tempat judi, restoran atau hotel baru yang menyaingi
perusahannya, maka diam-diam tukang pukulnya
akan bertindak dan memaksa si pemilik
perusahan
itu untuk menutup pintu dan menurunkan papan nama perusahan! Boleh orang lain membuka akan tetapi harus kecil-kecilan dan
mengirim "pajak" sebagai
penghormatan kepada Ciu-wangwe! Akan tetapi, beberapa bulan belakangan ini terjadilah kegemparan-kegemparan di daerah kota
Leng-sia-bun. Kegemparan yang terasa oleh kaum
pria yang doyan pelesir di restoran dan hotel
milik Ciuwangwe. Hanya bedanya, kalau kegemparan para penduduk dusun disertai tangis, adalah kegemparan di hotel-hotel itu
diiringi suara ketawa gembira sungguhpun di malam hari
juga mengakibatkan tangis mnyedihkan.
Apakah
yang terjadi di kedua tempat itu? Di kota Leng-sia-bun, di dalam hotel milik Ciuwangwe, kini seringkali terdapat "barang baru",
yaitu pelacur-pelacur muda yang baru, dan daun-daun
muda seperti ini paling disuka oleh bandot-bandot tua yang tidak segan-segan
membuang uang sebanyaknya untuk memetik
daun-daun muda itu! dan di dalam tempat-tempat rahasia di belakang hotel, di dalam kamar-kamar gelap sering kali terjadi hal yang
mengerikan di mana seorang gadis remaja
dipaksa dan dicambuki, disiksa sampai mereka itu terpaksa
menyanggupi untuk dijadikan pelacur dan melayani kaum pria! Dan sekali dara remaja ini melayani seorang tamu, segala akan berjalan
lancar dan beberapa bulan kemudian
perempuan remaja itu akan menjadi seorang pelacur kelas
tinggi yang dijadikan rebutan! Pada waktu yang bersamaan, terjadi geger di dusun-dusun di sekita daerah itu. Banyak terjadi pembelian
gadis-gadis muda, bahkan banyak terjadi penculikan
dan perampokan secara terang-terangan dilakukan
oleh gerombolan perampok ganas! Keluarga gadis ini melakukan penyelidikan dan mereka akhirnya dapat menemukan anak gadis mereka
di Leng-sia-bun, dalam keadaan yang
menyedihkan karena sudah menjadi pelacur-pelacur!
Ada yang
lenyap sama sekali, bahkan ada yang terlunta-lunta sebagai seorang wanita gila! Mereka ini adalah gadis-gadis yang berkeras
tidak mau menjadi pelacur. ada yang
disiksa sampai mati, dan ada yang diperkosa dan akhirnya
menjadi gila! Tentu saja banyak di antara mereka yang melapor kepada pembesar di Leng-sia-bun, akan tetapi mereka itu malah dimaki-maki
karena dianggap menghina Ciu-wangwe.
Dikatakan bahwa anak mereka menjadi pelacur,
hal ini adalah orang tua mereka yang tidak tahu malu dan tak dapat mendidik anak, sekarang ada Ciu-wangwe yang menampung mereka
sehingga tidak kelaparan, mengapa mereka
itu malah melapor dan menuntut Ciuwangwe?
Mereka
melaporkan bahwa anak gaisnya di culik orang yang ternyata anak gadis mereka itu tahu-tahu
telah menjadi pelacur di hotel milik Ciu-wangwe, malah
dijatuhi hukuman rangket karena menghina Ciu-wangwe, dan pelaporan mereka itu dianggap fitnah karena tidak ada bukti bahwa anak
mereka diculik!
Memang
ada saja jalan dan alasan para penegak hukum yang telah diperbudak oleh harta yang mereka terima dari Ciu-wangwe itu, disamping
suguhan anak-anak perawan hasil penculikan! Untuk melakukan penculikan sendiri,
tentu saja para pembesar ini merasa malu.
Kini ada yang menculikan untuk mereka, hati siapa
yang takkan senang? Karena sudah merasa tersudut dan tidak berdaya lagi, akhirnya mereka teringat akan nama besar Lam-hai Seng-jin,
Majikan pulau kura-kura yang terkenal sebagai
seorang pertapa yang suka menolong kesukaran
orang lain yang memerlukan pertolongan. Terutama sekali mereka yang mempunyai anak perempuan dan yang merasa gelisah kalau-kalau
pada suatu malam akan tiba giliran
mereka didatangi penculik yang akan melarikan anak
mereka, segera bermufakat untuk mita pertolongan pertapa itu dan akhirnya berangkatlah serombongan orang menuju ke pulau Kura-kura.
Lam-hai Seng-jin menerima pelaporan mereka dan merasa kasihan, maka dia
mengutus murid tunggalnya yang sudah
mewarisi ilmu kepandaiannya untuk mewakilinya menyelidiki
dan memberi hajaran kepada komplotan penjahat itu. Juga dia memberi ijin kepada muridnya untuk merantau selama satu tahun.
Setelah memberi banyak nasihat,
berangkatlah Kwee Lun seorang diri naik perahu menuju
ke daratan besar dan tanpa disangkanya, dia telah berjumpa dengan Han Swat Hong puteri kerajaan Pulau Es!
Pada
hari itu kota Leng-sia-bun sibuk seperti
biasa. Keadaan tetap ramai dan biasa seperti tidak terjadi sesuatu dan seperti tidak akan terjadi sesuatu. Tidak ada seorang pun yang
tahu, di antara sebagian besar penduduk yang
memang tidak memikirkan lagi, bahkan malam tadi
telah terjadi seperti biasa, yaitu pemerkosaan dara-dara culikan baru seperti seklompok domba disembelih, dan tidak ada pula yang tahu bahwa
pagi hari itu muncul dua orang yang akan
mendatangkan perubahan besar di kota itu, menimbulkan
geger yang akan menggemparkan kota dan akan menjadi bahan cerita sampai bertahun-tahun lamanya.
Setelah
menyelidiki di mana letaknya rumah
makan milik Ciu-wangwe, Kwee Lun mengajak Swat Hong mendatangi rumah makan itu. Sebuah rumah makan yang bangunannya indah dan
besar, dengan cat baru dan di depan
rumah makan terdapat tulisan dengan huruf besar "RUMAH
ARAK" yang berarti restoran.
"Hong-moi,
engkau lapar bukan? Mari kita makan dan minum di
sini."
Swat
Hong memandang heran. Bukankah ini rumah
makan milik Hartawan Ciu yang menjadi pemimpin komplotan penjahat di kota ini yang akan dibasmi Kwee Lun? Dia memandang dan melihat
mata pemuda itu bersinar, kemudian
Kwee Lun memejamkan sebelah mata penuh arti.
Swat Hong tersenyum geli. Mengertilah dia kini. Pemuda itu hendak mengajaknya makan sampai kenyang lebih dulu sebelum turun tangan.
Dan memang dia merasa lapar sekali!
"Aku
tidak bisa bekerja tanpa makan lebih dulu,"
pemuda itu berkata lirih ketika mereka memasuki rumah makan dan Swat Hong tersenyum-senyum. Sepagi itu, rumah makan sudah terisi
setengahnya oleh mereka yang beruang, karena
rumah makan ini terkenal sebagai rumah makan
mahal. Dua orang pelayan, pria dan wanita, yang wanita masih muda dan genit, dengan wajah yang ditutup warna putih dan merah yang tebal
seperti tembok dikapur dan digambar,
menyambut mereka dengan sikap manis. Kwee Lun dan
Swat Hong diantar ke sebuah meja kosong di sudut dan dengan suara lantang Kwee Lun memesan makanan dan minuman yang paling lezat,
dalam jumlah banyak sekali. Para
pelayan menjadi terheran-heran mendengar pesanan masakan
yang pantasnya untuk menjamu sepuluh orang! Akan tetapi melihat sikap kasar dari pemuda tinggi besar itu, pula melihat dua batang
pedang dan kipas yang diletakan di atas
meja, mereka tidak berani banyak cakap dan melayani
mereka.
Diam-diam
seorang pelayan memberi tahu kepada kepala tukang
pukul yang berada di dalam. Dua orang tukang pukul yang berpakaian biasa, dan dengan sikap biasa pula, keluar dari dalam dan berjalan
lewat dekat meja Kwee Lun dan Swat Hong.
Kedua orang tidak perduli dan berpura-pura tidak
melihat. Juga Swat Hong melanjutkan makan sambil kadang –kadang tersenyum geli menyaksikan betapa temannya itu makan dengan
lahapnya. Dia belum menghabiskan setengah
mangkok, Kwee Lun sudah menyapu bersih lima mangkok.
Ketika dua orang itu lewat, Swat Hong hanya melirik sebentar dan mengerahkan ilmu sehingga telinganya terbuka dan dapat menangkap
dengan ketajaman luar biasa ke arah
kedua orang itu yang masih berjalan-jalan di ruangan
itu, seolah-olah sedang memriksa dan kadang-kadang membenarkan letak kursi dan meja yang kosong.
"Aku
tidak mengenal mereka," terdengar yang kurus
pucat berkata.
"Tapi
gadis itu hebat....," kata orang ke dua yang pendek dan berperut gendut. "Kalau dia bisa didapatkan, tentu Loya
(Tuan Tu) akan memberi banyak hadiah kepada
kita."
"Hushh...
apa kau mau menyaingi pekerjaan Tian-ci-kwi (Setan
Berjari Besi)?"
"Ah,
siapa tahu, dengan cara halus bisa
mendapatkan dia...."
"Tapi
pemuda itu kelihatan jantan!" "Huh, takut apa? Orang kasar seperti itu...."
"Tapi
jangan memancing keributan, Lote, kita nanti tentu
dimarahi Loya."
"Aku
tidak bodoh, mari kita pergunakan cara halus. Lihat, mereka telah selesai makan. Raksasa itu makannya melebihi
babi!"
Swat
Hong yang sedang minum hampir
tersedak karena geli hatinya mendengar temannya yang
gembul itu dimaki seperti babi. Akan tetapi Kwee Lun agaknya tidak mempedulikan sesuatu dan tidak melakukan penyelidikan seperti Swat
Hong, tidak mendengar makian itu dan
mengelus-elus perutnya yang kenyang. Dia kelihatan
puas sekali telah dapat makan minum secukupnya di dalam restoran itu.
Pada
saat itu dua orang tukang pukul tadi sudah menghampiri mereka. Yang kurus pucat sudah menjura sambil berkata, "kami mewakili
Ciu-wangwe pemilik restoran ini menghaturkan
selamat datang kepada Jiwi."
Sebelum
Kwee Lun yang terheran-heran menjawab, Si
Gendut pendek sudah menyambung sambil menyeringai
dalam usahanya untuk tersenyum ramah. "Tentu Jiwi datang dari jauh dan lelah. Majikan kami juga memiliki hotel yang paling
besar, paling bersih dan paling baik di kota ini,
letaknya di sebelah kiri rumah makan ini. Jiwi akan dapat mengaso dengan enak di hotel kami dan kalau Loya kami
mendengar bahwa Jiwi adalah tamu dari
jauh, tentu biayanya akan diberi potongan separuhnya."
Kwee Lun
sudah mengerutkan alisnya, mukanya merah dan dia seakan-akan
memperoleh kesempatan mulai beraksi. "kalian berani mengganggu kami yang sedang makan?"
Mendadak
kakinya tertendang ujung kaki Swat hong dan ketika dia
memandang, dia melihat isyarat dalam sinar mata gadis
itu, maka dia hanya mengerutkan alis dan tidak melanjutkan kata-katanya. Swat Hong sendiri segera berkata kepada dua orang itu dengan suara
ramah dan sikap manis, "Kalian
sungguh ramah, tentu majikan kalian adalah seorang yang mengenal pribudi. Baik, kami memang hendak bermalam barang
dua hari di kota ini. Akan tetapi melihat
keramahan kalian, aku ingin bertemu dengan majikan
kalian untuk menghaturkan terima kasih."
Dua
orang itu saling pandang.
"Marilah
kami antarkan Nona dan Tuan agar memperoleh kamar yang paling baik di hotel, kemudian kami akan melapor kepada majikan
kami...."
"Tidak
usah repot-repot!" Swat Hong
berkata cepat. "Temanku ini masih hendak melanjutkan makan minum....heiii! Pelayan tambah araknya! Biarlah saya yang
menemui majikan kalian dan memilih kamar
di hotel sebelah. Kami sudah mendengar tentang
kebaikan hati majikan kalian dari pembesarpembesar di kota ini, dan kami memang ingin minta pekerjaan. Aku ingin bekerja apa saja yang
pantas dan temanku itu.... dia tentu
bisa menjadi seorang penjaga keselamatan. Dapat dibayangkan
betapa girangnya hati kedua orang itu. Sudah terbayang di depan mata betapa mereka akan menerima pujian berikut hadiah dari
Ciu-wangwe. [bersambung]