"Krekk-krekkk!" dua batang pedang itu patah-patah dalam
cengkraman Pat-jiu Kai-ong dan sambil melompat mundur menghindarkan sambaran
ujung sabuk, raja pengemis ini menyambitkan dua ujung pedang yang dipatahkanya
ke arah Lu-san Lojin.
"Trang-tranggg!"
Dua batang ujung pedang
itu terlempar ke lantai ketika ditangkis oleh ujung sabuk(ikat pinggang)
dan kini Lu-san Lojin mendesak ke depan dengan putaran senjatanya yang
istimewa. Sedangkan kedua orang anaknya telah mundur dan hanya menonton di
pinggir karena mereka terkejut menyaksikan pedang mereka dipatahkan begitu saja
oleh kedua tangan lawan dan mereka sama sekali tidak berdaya dan tidak berguna
membantu ayah mereka. Pada saat itu, muncullah empat orang pengawal yang
mendengar suara ribut-ribut. Melihat mereka, Pat-jiu Kai-ong berkata,
"Tangkap dua orang muda ini, akan tetapi awas, jangan lukai mereka!"
Empat orang pengawal itu segera menubruk maju hendak menangkap Swi Liang
dan Swi Nio. Tentu saja kakak beradik ini melawan sekuat tenaga, akan tetapi
biarpun keduanya memiliki ilmu silat tinggi, namun empat orang pengawal itu pun
merupakan murid-murid terpandai dari Pat-jiu Kai-ong, maka ketika dua orang di
antara mereka menggunakan tongkat, dalam belasan jurus saja Swi Liang dan Swi
Nio dapat ditotok dan roboh dan lumpuh.
“Ha-ha-ha, belenggu kaki tangan mereka baik-baik... kemudian lempar mereka
ke atas tempat tidurku...haha- ha!"
Pat-jiu Kai-ong tertawa sambil menyambar tongkatnya. Setelah dia
bertongkat, maka kini dia menghadapi Lu-san Lojin dengan lebih leluasa. Kakek
dari Lu-san itu marah bukan main melihat putera dan puterinya digotong pergi
dari ruang itu. Dia mengejar dan menggerakan ikat pinggangnya, namun Pat-jiu
Kai-ong menghadangnya sambil tertawa-tawa dan menyerangnya dengan tongkatnya
sehingga terpaksa kakek Lu-san itu melayaninya bertanding. Pertandingan yang
amat seru dan diam-diam Pat-jiu Kai-ong harus mengaku bahwa ilmu kepandaian
kakek yang pernah menolongnya ini memang hebat.
"Pat-jiu Kai-ong, benar-benarkah kau lupa akan budi orang? Aku pernah
menyelamatkan nyawamu, apakah sekarang engkau mencelakakan kami bertiga?"
Lu-san Lojin berkata membujuk karena khawatir melihat nasib puterinya.
"Ha-ha-ha, dahulu memang engkau pernah menolongku, akan tetapi
sekarang kalian datang dengan niat buruk!"
"Tidak! Kau salah duga! Kami tidak ada sangkut pautnya dengan si
pembunuh ayam!"
"Ha-ha-ha, Lu-san Lojin! Kalian menyelundup ke dalam dan bergerak dari
dalam, sedangkan setan itu bergerak dari luar. Begitukah?" Tongkat di
tangan Pat-jiu Kai-ong menyambar ganas.
"Plak-plakk!"
Ujung sabuk kakek Lu-san menangkis dua kali akan tetapi dia merasa betapa
telapak tangannya tergetar tanda bahwa tenaga Si Raja Pengemis itu benar-benar
amat kuat.
"Pat-jiu Kai-ong, kau salah menduga, kami tidak ada hubungan dengan
musuh yang datang. Lepaskan kedua anakku dan kau berjanji akan membantumu
menghadapi musuh gelap itu."
"Wah, berat kalau disuruh melepaskan. Lu-san Lojin, dengan baik-baik.
Aku tergila-gila melihat anak-anakmu. Pinjamkan mereka kepadaku untuk satu dua
malam, dan kau bantu aku menghadapi musuh, baru aku akan membebaskan
kalian."
"Iblis busuk!"
Lu-san Lojin marah sekali dan dengan nekat dia lalu mengerahkan seluruh
tenaga untuk melawan raja pengemis ini karena dia maklum bahwa betapapun juga
hati yang kotor dari raja pengemis itu tidak mudah dibujuk. Satu-satunya jalan
untuk menolong anak-anaknya adalah melawan mati-matian.
"Plakkk!"
Tiba-tiba ujung sabuk melibat tongkat, keduanya saling betot untuk merampas
senjata. Tidak mudah bagi mereka untuk dapat berhasil merampas senjata lawan
dan kesempatan ini dipergunakan oleh Pat-jiu Kai-ong untuk menggerakan tangan
kirinya dengan telapak tangan terbuka ke arah lawan. Lusan Lojin terkejut
melihat telapak tangan yang menjadi merah seperti tangan berlumuran darah itu.
Dia belum pernah mengenal limu Hiat-ciang Hoat-sut dari raja pengemis itu,
namun dia pernah mendengar akan hal ini, tahu pula betapa keji dan berbahayanya
ilmu itu. Akan tetapi untuk mengelak dia harus melepaskan sabuknya dan hal ini
pun amat berbahaya. Dengan senjata itu saja dia masih kewalahan melawan Pat-jiu
Kai-ong, apalagi tanpa senjata, maka dengan nekat dia lalu menggerakan tangan
pula menyambut pukulan itu.
"Dessss...! Aduhhh...!!"
Dua telapak tangan bertemu dan akibatnya tubuh Lu-san Lojin terjengkang dan
terbanting ke atas lantai, mulutnya mengeluarkan darah segar dan matanya
mendelik. Kakek ini pingsan dan menderita luka dalam yang amat parah!
"Lempar dia di kamar tahanan!"
Pat-jiu Kai-ong berkata sambil tertawa. Setelah tubuh kakek yang pingsan
itu digusur pergi oleh para pengawalnya. Pat-jiu Kai-ong menghampiri meja di
mana dia tadi menjamu para tamunya, menyambar guci arak dan menenggaknya habis,
kemudian sambil tertawa-tawa dia memasuki kamarnya. Pemuda dan pemudi She Bu
itu sudah rebah terlentang di atas pembaringan Pat-jiu Kai-ong yang lebar.
Dalam keadaan terbelenggu kaki tanganya. Lima orang selirnya menjaga di situ.
Ketika dia masuk sambil tertawa gembira, Bu Swi Liang memandang dengan mata
melotot penuh kebencian, akan tetapi Bu Swi Nio memandang dengan mata
terbelalak ketakutan dan mencucurkan air mata.
Pat-jiu Kai-ong menghampiri pembaringan, menggunakan tangannya untuk
membelai dan menghusap pipi Swi Nio dan Swi Liang sambil berkata, "Manis,
jangan menangis dan kau jangan marah. Aku akan menemani kalian dan
bersenang-senang sepuas hati setelah kami menangkan musuh gelap yang mengancam."
Dia menengok ke arah lima orang selirnya dan berkata garang.
"Temani mereka, jaga baik- baik jangan sampai ada yang lolos, dan
kalau ada apa-apa, cepat berteriak memanggil para pengawal. Mengerti?"
Lima orang selir itu mengangguk dan kakek itu meninggalkan kamar lagi.
Sebelum orang yang membunuh ayam jagonya dan yang mengirim surat ancaman itu
dapat ditangkap atau dibunuh, tentu saja dia tidak bernafsu untuk
bersenang-senang dengan dua orang muda yang tertawan itu. Dia percaya penuh
bahwa menghadapi seorang pengacau saja, para pengawalnya akan dapat
mengatasinya, akan tetapi dia harus berhati-hati dan ikut melakukan penjagaan
sendiri. Setelah keadaan benar-benar aman barulah dia boleh bersenag-senang.
Dia belum yakin benar apakah musuh gelap itu ada hubungannya dengan Lu-san
Lojin dan kedua orang anaknya, akan tetapi ada hubungan atau tidak, setelah
tiga orang itu dibuat tidak berdaya, berarti mengurangi bahaya. Dia harus
berhati-hati, maklum bahwa dia mempunayi banyak musuh. Siapa tahu kalau Lu-san
Lojin yang termasuk golongan putih itu juga memusuhi. Andaikata tidak
sekalipun, mana bisa dia melepaskan dua orang muda yang cantik jelita dan
tampan itu?
Pat-jiu Kai-ong duduk lagi di ruangan tadi sambil melanjutkan minum arak.
Dia maklum bahwa malam ini dua belas orang pengawalnya menjaga dengan tertib
dan penuh kewaspadaan. Ingin dia tertawa keras-keras mengusir kesunyian malam
yang mendatangkan perasaan tidak enak. Hemmm, Ratu Pulau Es? Hanya dongeng!
Pembunuh ayam itu tidak perlu ditakuti. Andaikata dia mampu mengalahkan dua
belas orang pengawalnya, hal yang sukar dipercaya, masih ada dia sendiri.
Hiat-ciang Hoatsut, ilmu yang dilatihnya belasan tahun kini telah dapat
diandalkan. Tadipun, hanya menggunakan sebagian kecil tenaganya saja, ilmu itu
telah merobohkan Lu-san Lojin. Dia tidak takut!
"Aku tidak takut!" serunya kuat-kuat. "Datanglah kamu, hai
Ratu Pulau Es keparat! Ha-ha-ha!"
Para pelayan sudah menyalakan lampu-lampu penerangan dan atas perintah para
pengawal, pelayan-pelayan ini menambah jumlah lampu sehingga keadaan di seluruh
gedung itu menjadi terang. Setelah menyuruh para pelayan membersihkan meja di
ruangan itu, dan sekali lagi memanggil kepala pengawal dan menekankan agar
penjagaan diperketat dan selalu diadakan perondaan bergilir, Pat-jiu Kai-ong
lalu duduk bersila di dalam ruangan itu untuk mengumpulkan tenaga dan
mempertajam pendengarannya sehingga biarpun dia berada di dalam istana, namun
dia ikut pula menjaga dan meronda mempergunakan ketajaman pendengarannya untuk
menangkap semua suara yang tidak wajar di luar istana. Malam makin larut dan
keadaan sunyi sekali di istana itu dan sekitarnya.
Para pelayan yang mendengar dari para pengawal, dengan muka pucat tinggal
berkelompok di kamar seseorang di antara mereka, tidak berani membuka suara dan
hanya saling pandang dengan mata penuh rasa takut. Para selir juga berkelompok
di dalam kamar Pat-jiu Kai-ong, agar terhibur dengan adanya Swi Liang pemuda
yang tampan itu. Bahkan ada di antara mereka yang tanpa-malu-malu membelai
pemuda itu, memegang tangannya, mengusap dagunya, membereskan rambutnya. Akan
tetapi mereka tidak berani berbuat lebih dari itu, dan tidak berani
mengeluarkan suara. Juga para pengawal agaknya melakukan penjagaan dengan
teliti dan hati-hati, tidak bersuara seperti biasanya kalau mereka melakukan
penjagaan tentu diisi dengan sendau gurau dan mengobrol.
Kesunyian yang mengerikan itu tidak menyenangkan hati Pat-jiu Kai-ong. Akan
tetapi dia amat memerlukan kesunyian ini agar penjagaan dilakukan lebih tertib
dan rapi pula. dia merasa tersiksa dan diam-diam dia memaki musuh gelap itu.
Kalau sampai tertawan, tentu akan dihukum dan disiksanya seberat mungkin!
Tiba-tiba terdengar suara jeritan susul-menyusul yang datangnya dari dalam
kamarnya! Pat-jiu Kai-ong cepat melompat dan hanya dengan beberapa kali
lompatan saja dia sudah menerjang masuk ke dalam kamarnya. Dilihatnya kelima
orang selirnya menangis dan kelihatan gugup dan ketakutan, akan tetapi dua
orang muda yang tadi terbelenggu di atas pembaringannya, seperti dua tusuk daging
panggang yang dihidangkan di atas meja makan dan siap untuk diganyangnya, kini
telah lenyap tanpa bekas!
"Apa yang terjadi? Keparat, diam semua! Jangan menangis, apa yang
terjadi?"
Lima orang selir itu menjatuhkan
diri berlutut dan seorang di antara mereka bercerita dengan suara gagap,
"Ada...
ada... setan...., hanya tampak bayangan berkelebat ke atas ranjang dan...
dan
mereka berdua... tahu-tahu telah lenyap..."
"Tolol!!"
Pat-jiu Kai-ong berkelebat keluar melalui jendela kamar yang terbuka, terus
berloncatan memeriksa sampai dia bertemu dengan para pengawal di luar istana,
namun dia tidak melihat jejek dua orang tawanan yang lenyap itu.
"Kalian tidak melihat orang masuk?" Bentaknya kepada para
pengawal.
"Tidak ada, Pangcu."
"Bodoh! Kalau tidak ada, bagaimana dua orang tawanan itu lenyap?"
Kagetlah para pengawal itu dan Pat-jiu Kai-ong, dibantu oleh para
pengawalnya lalu mengadakan pemeriksaan di dalam istana. Mula-mula timbul
dugaannya bahwa tentu Lu-san Lojin dan dua orang anaknya itu benar-benar
mempunyai kawan-kawan di luar, buktinya kedua orang muda itu ditolong mereka.
Akan tetapi ketika dia menjenguk ke dalam kamar tahanan, Lu-san Lojin masih
mengeletak pingsan di atas lantai!
"Cepat lakukan penjagaan tadi. Tutupsemua jalan masuk! Bagi-bagi
tenaga!"
Pat-jiu Kaiong memerintah dengan
suara yang agak parau karena harus diakuinya bahwa jantungnya tergetar juga
oleh rasa gentar menyaksikan sepak terjang musuh gelap yang aneh dan amat luar
biasa itu. Setelah sekali lagi memeriksa sendiri dengan memepersiapkan tongkat
ditangan, sampai tidak ada lubang yang tidak dijenguknya di dalam dan di
sekitar gedungnya dan mendapatkan keyakinan bahwa tidak ada orang bersembunyi
di dalam gedung, Pat-jiu Kai-ong kembali ke dalam ruangan besar dan menanti
dengan jantung berdebar.
Malam telah makin larut dan musuh yang aneh itu telah mulai memperlihatkan
bahwa musuh itu memang ada dengan menculik dua orang tawannan itu secara aneh.
Biarpun lima orang selirnya bukan ahli-ahli silat tinggi, namun lima pasang
mata tidak dapat melihat orang yang menculik pemudapemudi itu di depan hidung
mereka, sungguh merupakan hal yang amat aneh! Pat-jiu Kai-ong bergidik dan
membalik-balik gudang ingatan di dalam otaknya. Siapakah Ratu Pulau Es? Apalagi
dengan ratunya, dengan penghuni Pulau Es dia tidak pernah bertemu, kecuali satu
kali dengan Han Ti Ong ketika memperebutkan Sin-tong. Dan di mana adanya pulau
dongeng itu dia pun tidak tahu.
Pertemuannya dengan Han Ti Ong tidak boleh dianggap permusuhan, dan
adaikata ada yang sakit hati, kiranya sakit hati itu seharusnya datang dari
dia, bukan dari pihak Pulau Es atau Han Ti Ong yang telah berhasil menangkan
perebutan atas diri Sin-tong! Mengapa kini muncul tokoh rahasia yang mengaku
bernama Ratu Pulau Es? Siapakah yang bermain-main dengan dia? Melihat sepak
terjang orang rahasia ini, caranya membunuh ayam, dapat dipastikan bahwa orang
itu kejam dan aneh, cirri seorang tokoh golongan hitam, bukan golongan putih
yang selalu datang secara berterang. Siapakah tokoh golongan hitam yang
memusuhinya? Tentu saja banyak, dan di antara mereka, yang paling menonjol
adalah Kiam-mo Cai-li Liok Si! Wanita itukah yang kini datang mengganggunya?
"Ha-ha-ha!"
Dia tertawa keras-keras, hatinya menjadi besar. Mengapa dia takut?
Andaikata Kia-mo Cai-li sendiri yang datang, diapun tidak takut! Dan siapakah
lain wanita di dunia Kangouw yang lebih mengerikan daripada Kiam-mo Cai-li?
"Iblis atau manusia, jantan atau betina, keluarlah dari tempat
persembunyian! Hayo serbulah, aku Pat-jiu Kai-ong tidak takut kepada siapa pun
juga! Kalau kau diam saja, berarti kau pengecut hina dan penakut,
ha-ha-ha-ha!"
Karena merasa tersiksa oleh keadaan sunyi yang mengerikan itu, Pat-jiu
Kai-ong berusaha mengusir rasa takutnya dengan teriakan keras ini yang tentu
saja didengar oleh semua penghuni gedung itu. Dan agaknya, sebagai sambutan
atas tantangannya, tiba-tiba terdengar suara ayam jagonya yang berada di
belakang, di kandang ayam, berkeruyuk keras sekali!
"Ha-ha-ha!"
Pat-jiu Kai-ong tertawa mendengar ayamnya sendiri yang menjawab, akan
tetapi tiba-tiba dia terkejut dan mukanya berubah. Keruyuk ayamnya itu berhenti
setengah jalan dan terputus oleh suara "kok!" suara ayam kesakitan!
Suara ini disusul suara berkotek riuh dari ayam-ayam betina di dalam kandang,
seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu mereka akan tetapi suara berkotek ini
pun berhenti setengah jalan dan bekali-kali terdengar suara "ko"
suara ayam dicekik atau dihentikan suara dan hidupnya!
"Keparat...!!"
Pat-jiu Kai-ong yang bermuka merah saking marahnya itu sudah meloncat
keluar dan langsung lari ke kandang. Hampir dia bertubrukan dengan dua orang
pengawal yang juga mendengar keanehan di kandang itu. Kini dengan sebuah obor
yang dipegang oleh pengawal, mereka bertiga memeriksa kandang dan di bawah
sinar obor tampaklah oleh mereka bahwa dua puluh ayam yang berada di
kandang itu, jantan, betina, semua telah tewas dengan leher putus! Darah
merah
muncrat ke mana-mana, membuat lantai dan dinding kandang itu menjadi merah
mengerikan.
"Jahanam...!"
Pat-jiu Kai-ong memaki dan mereka bertiga sejenak menjadi seperti arca
memandang ke dalam kandang. Sunyi di situ, bahkan tidak ada angin berkelisik,
membuat suasana menjadi menyeramkan.
"Ngeooonggg...!"
Suara kucing yang tiba-tiba terdengar ini yang membuat mereka tersentak
kaget dan memandang ke atas genting. Si Putih satu-satunya kucing peliharan di
gedung itu, berkelebat melompat sambil menggereng, seolah-olah menghadapi musuh
dan marah. Akan tetapi gerengannya terhenti tiba-tiba dan Pat-jiu Kai-ong cepat
melompat ke kiri ketika ada benda jatuh dari atas genteng menimpanya.
"Bukkk!"
Ketika pengawal yang membawa obor mendekat, ternyata yang terjatuh itu
adalah bangkai kucing Si Putih yang baru saja mengeong tadi!
"Jahanam...!"
Pat-jiu Kai-ong memaki untuk kedua kalinya dan tubuhnya sudah melayang ke
atas genting, diikuti oleh dua orang pengawalnya. Melihat betapa obor yang
dipegang pengawal itu tidak padam ketika dia meloncat ke atas genting
membuktikan bahwa pengawal itu sudah memiliki ginkang yang hebat. Akan tetapi
kembali ketiganya termangu-mangu di atas genting karena tidak tampak bayangan
seorang manusian pun. Keadaan sunyi. Sunyi sekali, terlampau sunyi seolah-olsh
gedung itu telah berubah menjadi tanah kuburan!
"Hung-hung! Huk-huk-huk...!!"
Riuhlah suara tiga ekor anjng peliharaan gedung itu menggonggong dan
menyalak-nyalak di sebelah kanan gedung. Suara ini mengejutkan mereka, apalagi
suaran gonggongan mereka yang riuh rendah itu tiba-tiba ditutup dengan suara
"kaing...! nguik... nguikkk...nguikkkkk!"
Dan suasana menjadi sunyi kembali, lebih sunyi dari tadi sebelum terdengar
gonggongan anjing-anjing itu.
"Bedebah...!"
Pat-jiu Kai-ong melompat dari atas genting, tidak dapat disusul oleh dua
orang pengawalnya itu saking cepatnya dan sebentar saja dia sudah tiba di
sebelah kanan gedungnya, di kandang anjing. Seperti sudah dikhawatirkannya,
tiga ekor anjing itu sudah menggeletak mati dengan leher hampir putus dan darah
mengalir di bawah bangkai mereka. Tiga orang pengawal yang terdekat sudah tiba
pula dan mereka saling pandang dengan muka berubah pucat!
Seperti terngiang di telinga Pat-jiu Kai-ong suara Lu-san Lojin ketika
membacakan isi surat, "Malam ini, semua mahluk hidup yang tinggal di rumah
Pat-jiu Kai-ong, dari binatang sampai manusia, akan kubasmi habis!" Semua
binatang peliharaannya , ayam, kucing, dan anjing, sudah mati semua dan
sekarang tentu tiba gilirannya manusianya!
Teringat akan ini, Pat-jiu Kai-ong cepat berkata, suaranya sudah mulai
gemetar "Cepat, semua berkumpul denganku di dalam gedung...!"
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh jeritan-jeritan di sebelah luar dan di
depan gedung itu. Mereka cepat berlari menuju ke depan gedung dan tampaklah
oleh mereka dua orang pengawal yang berjaga di luar sudah menggeletak tak
bergerak di atas tanah. Ketika seorang pengawal yang membawa obor mendekat,
Pat-jiu Kai-ong melihat bahwa dua orang pengawalnya yang terlentang itu telah
tewas dengan mata melotot dan dari mata, hidung, telinga, dan mulut keluar
darah hitam sedangkan di dahi mereka itu tampak jelas cap jari tangan yang
kecil panjang, tiga buah banyaknya dan mudah dilihat bahwa itu adalah tanda
jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Begitu dalam gambar jari itu sampai
garis-garisnya tampak!
"Kurang ajar! Mari kita berkumpul semua...!"
Akan tetapi kembali terdengar pekik mengerikan dari sebelah kiri gedung.
Mereka kembali berlari-lari ke tempat itu dan melihat tiga orang pengawal lain
sudah menjadi mayat dalam keadaan yang sama seperti dua orang korban pertama.
Segera tersusul pula pekik-pekik mengerikan itu dari belakang gedung. Pat-jiu
Kai-ong dan tiga orang pengawalnya ini, termasuk pengawal kepala Si brewok,
mengejar ke belakang dan empat orang pengawal sudah menggeletak tewas dalam
keadaan mengerikan, presis seperti yang lain.
Dalam sekejap mata saja sembilan orang pengawal telah tewas. Mereka itu
berada di depan, di sebelah kiri, di belakang gedung, akan tetapi kematian
mereka susul menyusul begitu cepatnya, seolah-olah banyak musuh yang datang
dari berbagai jurusan. Namun, biarpun mulutnya tidak menyataakan sesuatu,
Pat-jiu Kai-ong maklum bahwa tanda dari jari tangan itu dibuat oleh jari tangan
yang sama, dan bahwa pembunuhnya itu hanya satu orang saja, seorang yang
memiliki ilmu kepandaian luar biasa sehingga para pengawal itu agaknya sama
sekali tidak mampu melakukan perlawanan. Tiga orang pengawal saling pandang
dengan muka pucat. Melihat muka mereka, Pat-jiu Kai-ong menjadi penasaran dan
merah sehingga timbul kembali keberaniannya yang tadi agak berkurang karena
jerih.
Dia berteriak memaki, "jahanan pengecut! Hayo keluarlah dan lawan aku
Pat-jiu Kai ong!"
Setelah dia mengeluarkan kata-kata ini dengan suara nyaring, keadaan
menjadi sunyi sekali, sunyi yang amat menggelisahkan damn menyeramkan,
seolah-olah dalam kegelapan dan kesunyian malam itu tampak mulut iblis
menyeringai dan menanti saat untuk menerkam dan mencabut nyawa ! Pat-jiu
Kai-ong makin penasaran. Dia sendiri adalah seorang manusia yang dikenal
sebagai iblis, jarang menemui tandingan dan ditakuti banyak orang dari semua
golongan. Akan tetapi malam ini dia, Raja Pengemis yang menjadi ketua Pat-jiu
Kai-pang yang terkenal, memiliki anggauta ratusan orang banyaknya, seorang di
atara datuk kaum sesat atau golongan hitam yang ditakuti orang, dia
dipermainkan orang!
Dan orang itu, kalau melihat namanya sebagai ratu tentulah seorang wanita!
Apa lagi dia melihat bahwa bekas jari tangan di dahi para korban itu pun jari
tangan wanita yang kecil meruncing! "Hem, pengecut benar dia,
"katanya kepada tiga orang pengawalnya yang diam-diam telah kehilangan
separuh dari nyali mereka.
"Kita harus menggunakan pancingan. Biar aku mengintai dari atas,
kalian berjalan-jalan di sini. kalau dia muncul menyerang, aku tentu dapat
melihatnya dan aku akan meloncat turun. Bersiaplah kalian!"
Setelah berkata demikian, dengan gerakan ringan seperti seekor kelelawar,
Pat-jiu Kaiong melompat ke atas genteng dan mendekam di wuwungan sambil
mengintai. Dia melihat tiga orang pengawalnya itu masing-masing telah mencabut
senjata mereka. Si Brewok menggunakan sebatang tombak panjang yang ujungnya
berkait, orang ke dua mengeluarkan golok besar dan orang ketiga sebatang
pedang. Mereka berdiri saling membelakangi dan mata mereka memandang tajam ke
depan, telinga mereka memperhatikan setiap suara. Akan tetapi sunyi saja
sekeliling tempat itu.
Tiba-tiba Pat-jiu Kai-ong melihat sesosok bayangan melayang turun dari atas
pohon! Celaka pikirnya. Kiranya si laknat itu bersembunyi di dalam pohon yang
tumbuh di depan gedung. Bayangan itu sukar di lihat bentuknya karena cepat
sekali gerakannya, tahu-tahu telah berada di depan Si Brewok. Tiga orang
pengawal itu menggerakan senjata, akan tetapi anehnya, tampak oleh Pat-jiu
Kai-ong betapa tiga buah senjata mereka itu telah berpindah tangan! entah
bagaimana caranya karena dari atas genteng itu dia tidak dapat melihat jelas.
Yang dia ketahuinya hanyalah betapa tiga orang pengawalnya itu kini lari
ketakutan!
"Hik-hik-hik!"
Suara ketawa ini membuat bulu tengkuk Pat-jiu Kai-ong berdiri dan dia
melihat sinar-sinar menyambar ke arah tiga orang pengawal yang lari, melihat
mereka roboh dan memekik, terjungkal tak bergerak lagi karena punggung mereka
ditembus oleh senjata mereka masing-masing!
"Keparat jangan lari kau!"
Pat-jiu Kai-ong sudah melayang turun dan tongkatnya sudah diputar-putar.
Akat tetapi bayangan itu melesat dan lenyap dari tempat itu! Pat-jiu Kai-ong
menoleh ke kanan kiri, akan tetapi tidak tampak gerakan sesuatu. Dia makin
penasaran. Dihampirinya tiga orang pengawalnya. Mereka telah tewas dan hanya mereka
bertiga yang tidak dicap dahinya dengan tiga buah jari tangan hitam akan tetapi
kematian mereka cukup mengerikan. Tombak golok dan pedang itu menembus punggung
pemilik masing-masing sampai ujungnya keluar dari hulu hati! Dan sambitan tiga
buah senjata yang berlainan bentuknya itu dilakukan secara berbareng dari jarak
yang cukup jauh, tepat mengenai tiga sasarannya yang sedang berlari.
Hal ini saja membuktikan pula betapa hebatnya kepandaian orang aneh itu
Mendadak Patjiu Kai-ong tersentak kaget. Di dalam gedung! Betapa tololnya dia!
Semua pengawalnya yang berjumlah dua belas orang telah tewas semua. Tentu
sekarang musuh itu masuk ke dalam gedung untuk membunuh orang-orang di dalam
gedung. Secepat kilat dia meloncat dan lari memasuki gedung. Benar saja,
terdengar pekik susul-menyusul dan begitu melewati pintu depan, dia sudah
melihat para pelayannya telah menjadi mayat dan berserakan di sana-sini.
Cepat dia lari ke dalam kamarnya dan dengan mata terbelalak dia melihat
lima orang selirnya telah mati semua, dahi mereka juga ada bekas tanda tapak
tiga jari tangan dan semua lubang di muka mereka mengalirkan darah hitam! Sunyi
sekali di dalam gedung itu, kesunyian yang penuh rahasia. Lu-san Lo-jin!
Pat-jiu Kai-ong teringat dan dia cepat lari ke dalam tempat tahanan, hanya
untuk melihat bahwa kakek itu pun telah tewas dan di dahinya terdapat pula
tanda tapak tiga jari tangan dan semua lubang di muka mereka mengalirkan darah
hitam! Kini dia benar-benar bingung. Jelas bahwa musuh ini bukanlah kawan Lusan
Lojin seperti yang disangkanya semula!
Makin bingunglah dia dan dia lari pula ke dalam ruangan besar di mana dia
tadi makan minum dengan Lu-san Lojin dan dua anaknya, di mana dia tadi menanti
datangnya musuh rahasia. Dan begitu memasuki ruangan itu, dia tertegun! Ruangan
itu kini terang sekali, agaknya ada yang menambah lampu penerangan. Ketika dia
melihat, benar saja bahwa di situ terdapat banyak lampu, banyak sekali karena
agaknya semua lampu penerangan dibawa dan dikumpulkan di ruangan itu. Dan di
atas kursinya yang tadinya ditinggalkan kosong, kini tampak duduk seorang
wanita! Di depan wanita itu, juga duduk di atas kursi, tampak seorang anak
laki-laki berusia sepuluh tahun yang memandangnya dengan mata penuh selidik.
Wanita itu cantik, pakaiannya mewah dan indah, anak itu pun tampan dan bersih
serta mewah pakaiannya. Wanita itukah yang membunuh semua orang di gedungnya?
Tak mungkin agaknya. wanita itu usianya paling banyak tiga puluh lima tahun,
cantik dan kelihatan halus gerak-geriknya, hanya sepasang matanya mengeluarkan
sinar yang aneh dan dingin sekali.
"Ibu, dia inikah orangnya?"
Tiba-tiba anak kecil itu bertanya, suaranya nyaring, memecahkan kesunyian
yang sejak tadi mencekam. "Benar, dialah Si Bedebah Pat-jiu Kai-ong."
Wanita itu berkata, suaranya halus akan tetapi dingin menyeramkan.
"Kalau begitu, mengapa ibu tidak lekas membunuhnya?"
Wanita itu tersenyum dan wajah yang cantik itu makin cantik, akan tetapi
juga makin dingin menyeramkan, kemudian bangkit berdiri berlahan-lahan.
"Kau lihat sajalah ibumu menundukan Si jembel busuk ini."
Wanita itu ternyata bertubuh tinggi ramping dan ketika melangkah maju,
tampak gerakan kedua kakinya lemah lembut. Pat-jiu Kai-ong sudah dapat
menguasai hatinya dan timbul keberaniannya setelah melihat bahwa orang itu
hanyalah seorang manusia biasa, wanita yang kelihatan lemah pula, bukan seorang
iblis yang menyeramkan sama sekali.
"Siapakah engkau? Siapa pembunuh orang-orangku dan apa hubunganmu
dengan Ratu Pulau Es yang mengancamku?" [bersambung]