Uhhh... apa yang terjadi...?"
Soan Cu mengeluh dan siuman dari pingsannya. Melihat dara itu sudah siuman.
Sin Liong agak lega.
"Bagaimana lukamu?"
"Nyeri sekali, panas...eh, siapa yang memimpin binatang-binatang
berbisa itu?"
Soan Cu turun dari pondongan Sin Liong.
"Cepat pergunakan obat penolak ini..."
Dia mengeluarkan sebungkus obat penolak dari ikat pinggangnya. Setelah
menaburkan obat bubuk di sekeliling mereka bertiga, yaitu Soan Cu, Sin Liong
dan biruang betina, Soan Cu berkata lagi, "Sin Liong tolong... kau tangkap
Si Mata Satu itu...aku membutuhkan obat penawar racun am-gi-nya (senjata
gelapnya)...."
Melihat betapa wajah dara itu pucat sekali tanda menderita kenyerian hebat,
Sin Liong maklum bahwa tentu dara itu terkena senjata rahasia yang mengandung
racun luar biasa sekali. Maka tanpa menjawab tubuhnya mencelat kearah Koan Sek
yang masih bengong memandang ke depan, matanya terbelalak ketika melihat betapa
anak buahnya mulai menjadi korban pengeroyokan binatang-binatang berbisa. Maka
ketika tubuh Sin Liong menyambar, dia terkejut sekali, mengira bahwa pemuda itu
akan menyerangnya. Dia tadi sudah mengambil kembali senjatanya, maka tanpa banyak
cakap lagi dia sudah mengayun senjatanya menghantam ke arah Sin Liong.
Pemuda ini tadi melepaskan pedangnya, melihat betapa dia disambut serangan
dahsyat, cepat dia miringkan tubuhnya, membiarkan senjata berat itu lewat dan
secepat kilat kedua tangannya menyambar dan sebelumnya Koan Sek tahu apa yang
terjadi, senjatanya telah terampas dan dibuang oleh pemuda itu sedangkan
tubuhnya sudah diangkat dan dipanggul seperti seorang anak kecil saja. Percuma
dia meronta, karena pemuda itu sudah meloncat seperti terbang, kembali ke dalam
lingkaran obat penolak yang ditaburkan Soan Cu. Koan Sek menggigil. Selain dia
maklum betapa lihainya pemuda ini, juga dia merasa ngeri sekali menyaksikan apa
yang terjadi di luar lingkaran obat bubuk itu. Terdengar jerit dan pekik
mengerikan. Orang-orang Pulau Neraka telah mundur dan menonton sambil sambil
tertawa-tawa.
Akan tetapi anak buah bajak laut itu menghadapi penyerangan
binatang-binatang
berbisa dan sama sekali mereka tak berdaya. Apalagi penyerangan lebah-lebah
putih membuat mereka panik. Mengerikan sekali melihat mereka berkelojotan
merintih-rintih dan menangis mengerung-ngerung karena tidak tahan menderita
rasa nyeri yang menyengati sekujur tubuh.
"Cepat bertindak, halau mereka, Soan Cu!" Sin Liong berkata
dengan alis berkerut. Biarpun yang dikeroyok binatang-binatang itu adalah kaum
bajak, namun dia tidak dapat menyaksikan peristiwa mengerikan itu. Soan Cu
menggeleng kepala.
"Tak mungkin. Mereka digerakan oleh suara melengking itu..."
"Suara apa itu? Siapa yang membunyikan?"
Soan Cu tersenyum dan menggigit bibirnya menahan rasa nyeri. Pahanya
seperti dibakar dan rasa nyeri menusuk-nusuk jantung.
"Siapa lagi? Satu-satunya orang yang dapat melakukannya hanyalah
Kong-kong...augghh ..."
Dara itu roboh pingsan lagi dalam rangkulan Sin Liong.
"Aduh celaka..., binatang-binatang itu...."
Tok-gan-hai-liong Koan Sek menggigil dan dia hendak lari dari tempat itu
ketika melihat bagaimana pembantunya, Coa Liok Gu, sudah sibuk memutar pedang
untuk berusaha mengusir lebah-lebah putih yang mengeroyoknya.
"Kalau kau keluar dari sini, engkau pun akan mengalami nasib yang
sama," Kata Sin Liong, menunjuk ke arah lingkaran putih dari obat penolak.
"Binatang-binatang itu tidak berani memasuki lingkaran ini."
Koan Sek memandang dan matanya terbelalak ngeri melihat betapa ular-ular
beracun yang bermacam-macam warnanya itu benar saja membalik lagi ketika
mendekati garis lingkaran. Bahkan lebah-lebah putih yang terbang dekat, agaknya
mencium bau penolak itu dan mereka itu pun terbang membalik, mengamuk dan
menyerang para bajak yang berada di luar lingkaran. Saking ngerinya melihat
betapa Coa Liok Gu menjerit dan roboh karena kakinya tergigit seekor ular,
kemudian betapa pembantunya yang juga merupakan sutenya melolong-lolong dan
bergulingan, dikeroyok banyak sekali binatang yang mengerikan, kepala bajak ini
tak dapat lagi menahan dirinya dan dia menjatuhkan diri berlutut!
Sin Liong sendiri merasa ngeri menyaksikan peristiwa yang terjadi
disekelilingnya. Kalau saja dia dapat melihat Ouw Kong Ek, tentu dia akan
meloncat dan memaksa kakek itu menghentikan pekerjaanya yang kejam, membunuh
para bajak seperti itu. Akan tetapi celakanya, suara itu melengking tinggi dan sukar
diketahui dari mana datangnya, bahkan kakek itu pun tidak tampak. pula, mana
mungkin dia berani meninggalkan Soan Cu yang pingsan itu bersama kepala bajak?
Maka pemuda ini merasa seperti disayatsayat jantungnya menyaksikan
pembunuhan yang amat kejam itu, melihat betapa dua puluh empat orang bajak
menemui kematian secara mengerikan, berkelojotan dan melolong-lolong, akhirnya
suara jeritan mereka makin lemah dan berubah seperti suara binatang disembelih,
kemudian tubuhnya tidak berkelojotan lagi dan binatang-binatang kecil berbisa
yang kelaparan itu masih menggerogoti kulit dan daging mereka!
Kemudian tampaklah Ouw Kong Ek, Tocu Pulau Neraka. Kakek ini datang ke
tempat itu sambil merangkak dengan susah payah, tubuhnya kelihatan lemah dan
kurus, mukanya pucat dan sambil merangkak itu dia meniup sebatang alat tiup
terbuat daripada batang alang-alang, menyerupai suling kecil. Pantas saja
suaranya melengking tinggi dan aneh. Beberapa orang anggauta Pulau Neraka
segera maju dan mengangkat ketua mereka, memapahnya datang dan kini
binatang-binatang itu berangsur-angsur merayap pergi setelah Ouw Kong Ek
merobah merobah suara tiupan sulingnya. Akhirya yang tinggal hanya mayat-mayat
dua puluh empat orang bajak dalam keadaan mengerikan, dan mayat tujuh orang
penghuni Pulau Neraka yang tewas dalam pertempuran.
"Ahhh, engkau pula yang menolong cucuku, Taihiap?"
Ouw Kong Ek dituntun anak buahnya datang mendekat. Sin Liong mengerutkan
alisnya.
"To-cu, engkau sungguh kejam, membunuh mereka seperti itu."
Kakek itu terbelalak.
"Aku? kejam? Dan mereka ini...?"
Dia menuding ke arah mayat-mayat para bajak laut.
"Dan...hei, siapa dia ini? Ah, bukankah dia ini pemimpin mereka?"
Ouw Kong Ek sudah melangkah maju menghampiri Koan Sek yang berdiri dengan
muka pucat.
"Tahan dulu, Tocu! Memang dia pemimpin bajak, akan tetapi nyawa cucumu
berada didalam tangannya!"
"Soan Cu...!"
Ouw Kong Ek memandang tubuh dara yang dipondong oleh Sin Liong dan berada
dalam keadaan pingsan itu.
"Mengapa dia?"
"Terkena senjata beracun."
Kemudian dia memandang Koan Sek dan membentak, "hayo kauberikan obat
penawar senjata gelapmu!"
Tok-gan-hai-liong Koan Sek adalah seorang yang sudah berpengalaman, seorang
yang menjelajah di dunia kang-ouw, maka dia tentu saja cerdik sekali. Tadi
ketika menyaksikan betapa semua anak buahnya, juga sutenya, tewas secara
mengerikan, dia ketakutan setengah mati dan kehilangan akalnya. Akan tetapi
sekarang setelah dia melihat kesempatan untuk menolong diri, timbul kembali
keberaniannya dan dia tersenyum.
"Agaknya kita telah salah masuk. Tidak tahu pulau apakah ini dan siapa
kalian ini?" tanyanya kepada Sin Liong karena dia merasa jerih sekali
menghadapi pemuda yang dia tahu amat lihai dan sama sekali bukan tandingannya
itu.
"Kau belum tahu? Ini adalah Pulau Neraka dan dia itu adalah
ketuanya." Dia menuding kepada Ouw Kong Ek.
"Sedangkan Nona ini adalah cucunya. Maka kau harus cepat memberikan
obat penawarnya."
"Ha-ha, mudah saja! Mudah saja memberi obat penawarnya. Aihh, kiranya
kami telah memasuki sebuah pulau iblis dengan penghuni-penghuninya seperti
iblis pula! Benar-benar kami telah membuat kesalahan besar! Orang muda, mudah
saja mengobati luka Nona ini, akan tetapi bagaimana dengan aku sendiri? Anak
buahku telah tewas semua dan aku dalam cengkraman kalian!"
"Engkau... engkau akan kusiksa, kucincang sampai hancur!" Ouw
Kong Ek membentak.
"Ha-ha-ha, boleh! Lakukan sekarang, karena aku tidak takut mati
setelah aku melihat bahwa aku mempunyai banyak teman terutama sekali cucumu.
Kalau orang tidak lagi menyayangkan kematian seorang dara jelita muda remaja
seperti dia ini, apalagi kematian seorang tua bangka seperti aku. Ha-ha-ha!
biarlah aku mati ditemani oleh dara remaja ini!"
Ouw Kong Ek sudah marah sekali, kedua tangannya dikepal sehingga suling
batang alang-alang itu hancur di tangannya. Melihat kemarahan ketua Pulau
Neraka itu, Sin Liong Berkata, "Ouw-tocu apa yang dikatakan benar. Sudah
kuperiksa luka cucumu dan ternyata dia terkena racun yang aneh sekali yang
belum pernah aku melihatnya. Maka, biarlah kita menukar keselamatannya dengan
keselamatan Soan Cu. Betapapun juga , nyawa Soan Cu jauh lebih berharga dari
pada kehidupan seorang sesat seperti dia."
"Ha-ha-ha , itu baru omongan yang tepat!"
Tok-gan-hai-liong Koan Sek yang merasa "mendapat angin" berkata
dengan dada dibusungkan. Dia tidak takut lagi sekarang. Nyawa cucu ketua Pulau
Es berada di tangannya. Apalagi yang ditakutinya?
"Iblis keparat! Hayo kauberikan obat untuk cucuku dan kau boleh
minggat dari sini!"
Ouw Kong Ek membentak. "Ha-ha-ha, aku Tok-gan-hai-liong Koan Sek bukan
seorang tolol." Dia lalu menoleh kepada Sin Liong. "Orang muda apakah
kedudukanmu di Pulau Neraka ini?" Dia memang tidak dapat menduga karena
tadi dia mendengar ketua Pulau Neraka menyebut taihiap (pendekar besar) kepada
pemuda ini. Dan kalau ada yang dipercaya di situ. Maka satu-satunya orang
adalah pemuda ini.
"Aku bukan penghuni Pulau Neraka aku adalah seorang dari Pulau
Es...."
"heeeehhh...??"
Mata Tok-ganhai- liong yang tinggal satu itu terbelalak dan mukanya pucat.
Dia merasa seolah-olah dalam mimpi. Setelah bertemu dengan Pulau Neraka yang
aneh dan mengerikan di mana semua anak buahnya tewas, dia bertemu pula dengan
seorang pemuda sakti yang mengaku datang dari Pulau Es, sebuah sebutan yang
tadinya dikiranya hanya terdapat dalam dongeng tahyul belaka. Mimpikah dia?
Ataukah dia sudah mati ditelan badai dan sekarang ini adalah pengalaman dari
rohnya?
"Pulau...Pulau... Es...?"
Dia berkata lirih. Sin Liong mengangguk tak sabar. Dia tadi mengaku
sebenarnya, siapa mengira malah membuat kepala bajak ini menjadi termangu-mangu
seperti orang sinting.
"Kalau begitu, aku hanya mau memberikan obat penawar jika engkau yang
mengantarku sampai ke sebuah perahu di pantai Pulau Neraka ini."
"Jahanam, kau tidak percaya kepadaku?" Ouw Kong Ek membentak dan
para pembantunya sudah mengangkat senjata mengancam.
"Terserah, bunuhlah. Aku toh akan mati bersama dia ini."
Sin Liong menyerahkan tubuh Soan Cu yang masih pingsan kepada kakeknya, kemudian
berkata, "ouw-tocu, biarlah kita memenuhi permintaannya. Harap sediakan
perahu untuknya."
Terpaksa Ouw Kong Ek menggerakan kapalanya memberi isyarat kepada anak
buahnya, kemudian memandang kepada kepala bajak itu dengan mata mendelik. Koan
Sek lalu berjalan bersama Sin Liong dan dua anak buah Pulau Neraka menuju ke
tepi laut. Setelah sebuah perahu dipersiapkan, kepala bajak itu mengeluarkan
sebuah benda dari dalam sakunya. Benda itu ternyata adalah seekor kuda laut
sebesar ibu jari tangan yang sudah kering.
"Nona itu terkena racun yang terkandung dalam duri ikan yang tidak
dapat diobati kecuali dengan ini. Bubuklah dan masak, lalu minumkan airnya.
Tentu dia akan sembuh." Sin Liong mengerutkan alisnya. Sudah banyak
pengetahuannya tentang pengobatan akan tetapi tentu saja belum pernah dia
mengenal rahasia racun yang keluar dari dalam lautan.
Dia menyerahkan bangkai kuda laut kering itu kepada dua orang penghuni
Pulau Neraka sambil berkata, "Berikan ini kepada Ouw-tocu, suruh menumbuk
halus dan masak dengan air, kemudian minumkan kepada Nona. Bagaimana hasilnya
supaya cepat melapor ke sini. Aku menunggu di sini."
Dua orang itu menerima kuda laut mati dan berlari memasuki pulau, sedangkan
Sin Liong lalu duduk di tepi pantai dengan sikap tenang. "Kau tidak mau
membiarkan aku pergi?" Koan Sek bertanya penuh khawatir.
"Jangan tergesa-gesa," jawab Sin Liong. "Aku harus yakin
dulu bahwa obatmu benar-benar manjur, baru aku akan membolehkan engkau pergi.
Bukankah itu adil namanya?"
Koan Sek menghela napas dan menjatuhkan diri duduk di dalam perahu. Dia
maklum bahwa kalau melawan, dia tidak akan menang. "Dia pasti akan sembuh.
Dalam keadaan seperti ini, mana aku berani main-main?"
Sin Liong diam saja. Kepala bajak itu menggunakan mata tunggalnya untuk
memandangi pemuda itu penuh selidik, kemudian bertanya, "Orang muda,
benarkah engkau dari Pulau Es?"
Sin Liong mengangguk.
"Dan siapa namamu?"
"Kwa Sin Liong. Mengapa engkau bertanya-tanya?"
"Tadinya aku mengira bahwa Pulau Es hanyalah sebuah dongeng..."
"Hemm.., memang sekarang hanya tinggal dongeng..."
Sin Liong berkata sambil merenung jauh membayangkan keadaan Pualu Es yang
telah terbasmi oleh badai dan kini tinggal menjadi sebuah pulau kosong yang
menyedihkan.
"Nguuk... nguuukkk..."
Sin Liong menoleh dan tersenyum "Eh, Enci biruang. Kau
menyusulku?"
Biruang itu menghampiri, dan memperlihatkan taringnya ketika dia melihat
Koan Sek di atas perahu di depan pemuda itu.
"Binatang yang hebat!"
Koan Sek berkata dan bulu tengkuknya berdiri. Pemuda ini seperti bukan
manusia biasa ! dan mempunyai binatang peliharaan seperti itu!
"Kau bilang tadi... tinggal dongeng apa maksudmu?"
"Tidak apa-apa, lupakanlah," kata Sin Liong sambil mengelus
biruang yang sudah bertiarap di depannya.
"Orang muda she kwa... eh, Taihiap...kenapa kau mau membebaskan
aku?"
Sin Liong mengangkat mukanya memandang dan kepala bajak itu menjadi lebih
heran lagi melihat betapa pandang mata pemuda itu sama sekali tidak
membayangkan kebencian atau permusuhan dengannya?
"Mengapa tidak? engkau pun membebaskan Soan Cu."
Sin Liong menengok dan tampaklah dua orang tadi datang berlari-lari.
"Kwa-taihiap, Nona sudah sembuh!"
Sin Liong mengangguk kepada Koan Sek. "Pergilah, cepat! Lebih cepat
lebih baik dan harap kau jangan sekali-kali mendekati pulau ini."
Koan Sek menjawab, "Terima kasih. Satu kalipun sudah cukuplah!"
Dia mengkirik. "Pulau Iblis seperti ini siapa yang ingin melihatnya
lagi?"
Dia lalu menggerakan dayungnya dan perahu meluncur cepat meninggalkan Pulau
Neraka. Ketika Sin Liong bersama biruangnya tiba kembali ke tengah pulau benar
saja bahwa Soan Cu telah sembuh sama sekali dari pengaruh racun. Hanya luka di
pahanya yang tinggal dan luka itu sudah diobati oleh Kong-kongnya. Para
penghuni Pulau Neraka sedang sibuk menyingkirkan mayat-mayat yang
bergelimpangan mengerikan itu dan Sin Liong lalu diajak masuk ke pondoknya oleh
Ouw Kong Ek dan Soan Cu.
"Taihiap, lagi-lagi engkau yang datang menolong kami, "kata Ouw
Kong Ek. "Kalau engkau tidak segera datang entah bagaimana dengan aku.
Mungkin sudah mati, Sin Liong," kata Soan Cu dengan mata bersinarsinar
penuh kagum dan terima kasih.
"Ahh, mengapa Tocu dan kau masih bersikap sungkan terhadap aku?
Bukankah kita ini sahabat? Kedatanganku bukan hanya kebetulan saja. Aku datang
dengan maksud yang sama seperti setahun yang lalu, yaitu mencari Sumoi. Apakah
dia tidak datang ke sini?"
Soan Cu dan kakeknya memandang kaget dan juga heran, dan di dalam pandang
mata Ouw Kong Ek terkandung rasa hati tidak senang. Sin Liong maklum akan
ketidaksenangan hati kakek itu, maka dia menarik napas panjang dan berkata,
"Harap saja Tocu tidak menyangka yang bukan-bukan terhadap Sumoi. Apa yang
dilakukan oleh Suhu di sini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan
Sumoi."
"Jadi Taihiap sudah tahu apa yang diperbuat oleh Han Ti Ong di
sini?" Sin Liong mengangguk.
"Aku dapat menduganya. Tentu dia marah-marah karena puterinya pernah
ditahan di sini."
"Bukan hanya marah-marah!" kata Soan Cu mengepal tinju.
"Orang itu sombong sekali! Dia menghina kakek, biar pun tidak melakukan
pembunuhan tapi dia memukul semua orang!"
"Kau juga dipukulnya?" Sin Liong bertanya.
"Tadinya, melihat aku seorang wanita dan masih muda, dia tidak mau
memukulku, akan tetapi karena melihat kakek dipukul, aku menyerangnya dan aku
roboh oleh tamparan. Dia memang sakti, akan tetapi ganas dan kejam, bahkan
semua catatanmu dihancurkan! Sekali waktu kami akan menuntut balas, kami akan
menyerang Pulau Es!" Sin Liong menarik napas panjang.
"Lupakan saja niat itu, selain tidak baik juga tidak ada gunanya.
Kerajaan Pulau Es tidak ada lagi sekarang, telah musnah."
"Hei...? Apa maksudmu, Taihiap...?" kakek itu bertanya,
terbelalak.
"Apa yang telah terjadi?" Soan Cu juga bertanya.
"Dilanda badai... habis seluruhnya, semua penghuninya termasuk suhu
dan seluruh benda di sana habis terbasmi kecuali bangunan istana yang telah
kosong sama sekali..."
Sin Liong lalu menuturkan dengan singkat malapetaka yang penimpa Pulau Es,
dan betapa secara aneh dan kebetulan saja dia dan Sumoinya terluput dari bencana.
Kakek dan cucu itu mendengarkan dengan melongo kemudian kakek itu bertepuk
tangan dan tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Ha-ha-ha-ha! Dendam ratusan tahun lenyap dalam sekejap
mata! kami orang-orang buangan yang dianggap berdosa, dianggap dikutuk tuhan,
malah masih dapat hidup melanjutkan riwayat, sedangkan penghuni Pulau Es yang
suci dan agung, kaum bangsawan yang tinggi, sekali sapu saja musnah! Ha-ha-ha,
siapa yang lebih dilindungi Tuhan? Han Ti Ong, tanpa kami bergerak, engkau dan
kerajaanmu lenyap sudah!"
Kakek itu tertawa-tawa sampai air matanya keluar sehingga sukar dikatakan
apakah dia itu tertawa, ataukah menangis. Mengapa Taihiap sekarang mencari Nona
Swat Hong ke sini? Apa yang terjadi dengan dia?"
Sin Liong lalu menceritakan niat perjalanannya bersama Swat Hong, yaitu
untuk mencari ibu Swat Hong yang sampai kini tidak diketahui berada di mana.
Dan betapa di jalan mereka menjadi bungung dan tersesat karena badai telah
menciptakan pemandangan yang berbeda di permukaan laut sehingga sehingga mereka
mendarat di gunung es dan betapa dia menemukan biruang hitam.
"Sumoi berangkat melanjutkan perjalanan mencari Pulau Neraka karena
disangkanya ibunya berada di sini, sedangkan aku mengobati biruang."
Sin Liong menutup ceritanya, tentu saja dia segera menceritakan kemarahan
Swat Hong kepadanya.
"Apakah dalam beberapa hari ini dia tidak dantang ke sini?"
Soan Cu menjawab, "Untung saja dia tidak datang, Sin... eh,
Taihiap."
"Soan Cu mengapa engkau meniru kakekmu, bersungkan kepadaku dan
menyebut Taihiap segala?"
"Biarlah, Taihiap," Kata Ouw Kong Ek. "Tidak pantas kalau
dia menyebut namamu begitu saja. Dan engkau memang menolong kami dan pantas
disebut Taihiap karena kepandaianmu tinggi sekali."
"Kaukatakan tadi untung Sumoi tidak datang ke sini, mengapa?"
"Andaikata dia datang, tentu akan terjadi apa-apa yang tidak baik
antara dia dan Kong-kong. Ketahuilah, semenjak Raja Pulau Es datang mengacau di
sini, Kong-kong jatuh sakit, dan kebencian kami semua terhadap Pulau Es makin
mendalam. Maka kalau Sumoimu, Swat Hong datang, tentu akan terjadi hal yang
tidak baik."
Sin Liong mengangguk-angguk, merasa lega bahwa sumoinya tidak mendahului
datang ke Pulau Neraka, akan tetapi juga menimbulkan kegelisahannya karena dia
jadi tidak tahu ke mana sumoinya yang pemarah itu kini berada! Bajak-bajak laut
itu, dari mana datangnya dan mengapa mengacau ke sini?" tanyanya.
"Entah. Tahu-tahu mereka muncul dan perahu besar mereka terdampar di
tepi pulau."
"Agaknya mereka juga diamuk badai."
"Mungkin."
Soan Cu melanjutkan. "Kami diserang selagi kong-kong sakit. Kong-kong
tidak dapat turun dari pembaringan, maka aku yang menggantikannya, aku keluar
menyambut mereka, akan tetapi karena kurang hati-hati, karena memandang rendah
am-gi mereka, aku hampir celaka kalau tidak ada engkau yang datang di waktu
yang tepat, Taihiap."
"Akan tetapi akhirnya, biarpun sakit, Kong-kongmu dapat membunuh semua
bajak laut itu."
Sin Liong bergidik ngeri mengenangkan kematian para bajak itu.
"Ugh-ugh....!"
Kakek itu terbatuk-batuk. "Bajak-bajak macam itu saja kalau aku tidak
sakit, kalau Soan Cu tidak memandang rendah dan kalau para penghuni tidak baru
saja diamuk badai, tidak ada artinya bagi kami. Kalau binatang-binatang Pulau
Neraka bersembunyi ketakutan diamuk badai, mana mereka mampu masuk? Sudahlah,
sekarang saya hendak menyampaikan permohonan yang amat penting bagi
Taihiap."
"Ah, Tocu, Di antara kita yang sudah menjadi sahabat, perlu apa banyak
sungkan lagi? Kalau ada sesuatu, katakanlah saja, mana perlu menggunakan
permohonan lagi?" jawab Sin Liong.
Akan tetapi, tiba-tiba kakek itu turun dari bangkunya dan menjatuhkan diri
berlutut di depan Sin Liong! Tentu saja pemuda ini menjadi sibuk sekali, cepat
membangunkan kakek itu dan berkata, "Tocu, harap jangan begini. Aku yang
muda mana berani menerimanya? Ada keperluan apakah? katakan saja, aku tentu
akan membantumu sedapat mungkin."
Sin Liong berkata dengan hati tidak enak, mengira akan menghadapi hal yang
sulit. Setelah duduk kembali dan mengatur napasnya yang terengah-engah karena
kesehatannya belum pulih kembali dan tubuhnya terasa amat lelah, kakek itu
berkata, "Kwa-taihiap, aku sudah tua dan tidak mempunyai keturunan lain
kecuali Soan Cu. Taihiap sudah melihat sendiri keadaan di Pulau Neraka yang
merupakan tempat tidak baik untuk seorang dara seperti Soan Cu. Oleh karena
itu, setelah kini kerajaan Pulau Es tidak ada, berarti bahwa Pulau Neraka telah
bebas dan kami bukanlah orang-orang buangan lagi. Soan Cu juga bukan keturunan
orang buangan lagi dan sewaktu-waktu kami boleh meninggalkan pulau ini. Karena
itu, aku mohon dengan sepenuh hatiku, sudilah Taihiap membawa Soan Cu bersama
Taihiap untuk mengenal dunia ramai, dan syukur kalau Taihiap dapat mengatur
agar cucuku ini tidak usah lagi kembali dan tinggal di Pulau Neraka ini.
Kuharap permohonan ini tidak akan ditolak oleh Taihiap."
Sin Liong mengerutkan alisnya. Permintaan yang sama sekali tidak pernah
disangkanya!
"Akan tetapi, Ouw-tocu, hendaknya diingat bahwa aku sendiri adalah
seorang sebatangkara yang tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai tempat
tinggal dan masih belum kuketahui apa akan jadinya dengan diriku ini."
"Kalau Taihiap merantau, bawalah dia merantau, ke mana saja aku sudah
pasrah sepenuhnya. Baik dia akan Taihiap anggap sebagai sahabat, sebagai
saudara, atau kalau mungkin.... dari lubuk hatiku kuharap sebagai calon jodoh,
aku sudah merasa lega dan senang, asal dia tidak tersiksa tinggal di neraka
ini."
Sin Liong merasa sukar untuk menolak, akan tetapi juga berat untuk
menerima, maka dia menoleh kepada Soan Cu dan berkata, "Soal ini sebaiknya
kita serahkan kepada Soan Cu sendiri. Kalau memang dia suka merantau
meninggalkan pulau ini, tentu saja aku tidak keberatan mengadakan perjalanan
bersama. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa aku menerima usul perjodohan
Tocu, dan sewaktu-waktu dia boleh pergi ke mana saja, jadi aku tidak terikat
oleh perjanjian apapun juga." [bersambung]
Tulisan ini ditulis oleh Asmaraman S / Kho Ping Hood
disusun ulang oleh : http://triagungsetyawan.blogspot.com