Tuesday 17 September 2013

BU KEK SIANSU Jilid 10

Uhhh... apa yang terjadi...?"

Soan Cu mengeluh dan siuman dari pingsannya. Melihat dara itu sudah siuman. Sin Liong agak lega.

"Bagaimana lukamu?"

"Nyeri sekali, panas...eh, siapa yang memimpin binatang-binatang berbisa itu?"

Soan Cu turun dari pondongan Sin Liong.

"Cepat pergunakan obat penolak ini..."

Dia mengeluarkan sebungkus obat penolak dari ikat pinggangnya. Setelah menaburkan obat bubuk di sekeliling mereka bertiga, yaitu Soan Cu, Sin Liong dan biruang betina, Soan Cu berkata lagi, "Sin Liong tolong... kau tangkap Si Mata Satu itu...aku membutuhkan obat penawar racun am-gi-nya (senjata gelapnya)...."

Melihat betapa wajah dara itu pucat sekali tanda menderita kenyerian hebat, Sin Liong maklum bahwa tentu dara itu terkena senjata rahasia yang mengandung racun luar biasa sekali. Maka tanpa menjawab tubuhnya mencelat kearah Koan Sek yang masih bengong memandang ke depan, matanya terbelalak ketika melihat betapa anak buahnya mulai menjadi korban pengeroyokan binatang-binatang berbisa. Maka ketika tubuh Sin Liong menyambar, dia terkejut sekali, mengira bahwa pemuda itu akan menyerangnya. Dia tadi sudah mengambil kembali senjatanya, maka tanpa banyak cakap lagi dia sudah mengayun senjatanya menghantam ke arah Sin Liong.

Pemuda ini tadi melepaskan pedangnya, melihat betapa dia disambut serangan dahsyat, cepat dia miringkan tubuhnya, membiarkan senjata berat itu lewat dan secepat kilat kedua tangannya menyambar dan sebelumnya Koan Sek tahu apa yang terjadi, senjatanya telah terampas dan dibuang oleh pemuda itu sedangkan tubuhnya sudah diangkat dan dipanggul seperti seorang anak kecil saja. Percuma dia meronta, karena pemuda itu sudah meloncat seperti terbang, kembali ke dalam lingkaran obat penolak yang ditaburkan Soan Cu. Koan Sek menggigil. Selain dia maklum betapa lihainya pemuda ini, juga dia merasa ngeri sekali menyaksikan apa yang terjadi di luar lingkaran obat bubuk itu. Terdengar jerit dan pekik mengerikan. Orang-orang Pulau Neraka telah mundur dan menonton sambil sambil tertawa-tawa.

Akan tetapi anak buah bajak laut itu menghadapi penyerangan binatang-binatang
berbisa dan sama sekali mereka tak berdaya. Apalagi penyerangan lebah-lebah putih membuat mereka panik. Mengerikan sekali melihat mereka berkelojotan merintih-rintih dan menangis mengerung-ngerung karena tidak tahan menderita rasa nyeri yang menyengati sekujur tubuh.

"Cepat bertindak, halau mereka, Soan Cu!" Sin Liong berkata dengan alis berkerut. Biarpun yang dikeroyok binatang-binatang itu adalah kaum bajak, namun dia tidak dapat menyaksikan peristiwa mengerikan itu. Soan Cu menggeleng kepala.

"Tak mungkin. Mereka digerakan oleh suara melengking itu..."

"Suara apa itu? Siapa yang membunyikan?"

Soan Cu tersenyum dan menggigit bibirnya menahan rasa nyeri. Pahanya seperti dibakar dan rasa nyeri menusuk-nusuk jantung.

"Siapa lagi? Satu-satunya orang yang dapat melakukannya hanyalah Kong-kong...augghh ..."

Dara itu roboh pingsan lagi dalam rangkulan Sin Liong.

"Aduh celaka..., binatang-binatang itu...."

Tok-gan-hai-liong Koan Sek menggigil dan dia hendak lari dari tempat itu ketika melihat bagaimana pembantunya, Coa Liok Gu, sudah sibuk memutar pedang untuk berusaha mengusir lebah-lebah putih yang mengeroyoknya.

"Kalau kau keluar dari sini, engkau pun akan mengalami nasib yang sama," Kata Sin Liong, menunjuk ke arah lingkaran putih dari obat penolak.

"Binatang-binatang itu tidak berani memasuki lingkaran ini."

Koan Sek memandang dan matanya terbelalak ngeri melihat betapa ular-ular beracun yang bermacam-macam warnanya itu benar saja membalik lagi ketika mendekati garis lingkaran. Bahkan lebah-lebah putih yang terbang dekat, agaknya mencium bau penolak itu dan mereka itu pun terbang membalik, mengamuk dan menyerang para bajak yang berada di luar lingkaran. Saking ngerinya melihat betapa Coa Liok Gu menjerit dan roboh karena kakinya tergigit seekor ular, kemudian betapa pembantunya yang juga merupakan sutenya melolong-lolong dan bergulingan, dikeroyok banyak sekali binatang yang mengerikan, kepala bajak ini tak dapat lagi menahan dirinya dan dia menjatuhkan diri berlutut!

Sin Liong sendiri merasa ngeri menyaksikan peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Kalau saja dia dapat melihat Ouw Kong Ek, tentu dia akan meloncat dan memaksa kakek itu menghentikan pekerjaanya yang kejam, membunuh para bajak seperti itu. Akan tetapi celakanya, suara itu melengking tinggi dan sukar diketahui dari mana datangnya, bahkan kakek itu pun tidak tampak. pula, mana mungkin dia berani meninggalkan Soan Cu yang pingsan itu bersama kepala bajak?

Maka pemuda ini merasa seperti disayatsayat jantungnya menyaksikan pembunuhan yang amat kejam itu, melihat betapa dua puluh empat orang bajak menemui kematian secara mengerikan, berkelojotan dan melolong-lolong, akhirnya suara jeritan mereka makin lemah dan berubah seperti suara binatang disembelih, kemudian tubuhnya tidak berkelojotan lagi dan binatang-binatang kecil berbisa yang kelaparan itu masih menggerogoti kulit dan daging mereka!

Kemudian tampaklah Ouw Kong Ek, Tocu Pulau Neraka. Kakek ini datang ke tempat itu sambil merangkak dengan susah payah, tubuhnya kelihatan lemah dan kurus, mukanya pucat dan sambil merangkak itu dia meniup sebatang alat tiup terbuat daripada batang alang-alang, menyerupai suling kecil. Pantas saja suaranya melengking tinggi dan aneh. Beberapa orang anggauta Pulau Neraka segera maju dan mengangkat ketua mereka, memapahnya datang dan kini binatang-binatang itu berangsur-angsur merayap pergi setelah Ouw Kong Ek merobah merobah suara tiupan sulingnya. Akhirya yang tinggal hanya mayat-mayat dua puluh empat orang bajak dalam keadaan mengerikan, dan mayat tujuh orang penghuni Pulau Neraka yang tewas dalam pertempuran.

"Ahhh, engkau pula yang menolong cucuku, Taihiap?"

Ouw Kong Ek dituntun anak buahnya datang mendekat. Sin Liong mengerutkan alisnya.

"To-cu, engkau sungguh kejam, membunuh mereka seperti itu."

Kakek itu terbelalak.

"Aku? kejam? Dan mereka ini...?"

Dia menuding ke arah mayat-mayat para bajak laut.

"Dan...hei, siapa dia ini? Ah, bukankah dia ini pemimpin mereka?"

Ouw Kong Ek sudah melangkah maju menghampiri Koan Sek yang berdiri dengan muka pucat.

"Tahan dulu, Tocu! Memang dia pemimpin bajak, akan tetapi nyawa cucumu berada didalam tangannya!"

"Soan Cu...!"

Ouw Kong Ek memandang tubuh dara yang dipondong oleh Sin Liong dan berada dalam keadaan pingsan itu.

"Mengapa dia?"

"Terkena senjata beracun."

Kemudian dia memandang Koan Sek dan membentak, "hayo kauberikan obat
penawar senjata gelapmu!"

Tok-gan-hai-liong Koan Sek adalah seorang yang sudah berpengalaman, seorang yang menjelajah di dunia kang-ouw, maka dia tentu saja cerdik sekali. Tadi ketika menyaksikan betapa semua anak buahnya, juga sutenya, tewas secara mengerikan, dia ketakutan setengah mati dan kehilangan akalnya. Akan tetapi sekarang setelah dia melihat kesempatan untuk menolong diri, timbul kembali keberaniannya dan dia tersenyum.

"Agaknya kita telah salah masuk. Tidak tahu pulau apakah ini dan siapa kalian ini?" tanyanya kepada Sin Liong karena dia merasa jerih sekali menghadapi pemuda yang dia tahu amat lihai dan sama sekali bukan tandingannya itu.

"Kau belum tahu? Ini adalah Pulau Neraka dan dia itu adalah ketuanya." Dia menuding kepada Ouw Kong Ek.

"Sedangkan Nona ini adalah cucunya. Maka kau harus cepat memberikan obat penawarnya."

"Ha-ha, mudah saja! Mudah saja memberi obat penawarnya. Aihh, kiranya kami telah memasuki sebuah pulau iblis dengan penghuni-penghuninya seperti iblis pula! Benar-benar kami telah membuat kesalahan besar! Orang muda, mudah saja mengobati luka Nona ini, akan tetapi bagaimana dengan aku sendiri? Anak buahku telah tewas semua dan aku dalam cengkraman kalian!"

"Engkau... engkau akan kusiksa, kucincang sampai hancur!" Ouw Kong Ek membentak.

"Ha-ha-ha, boleh! Lakukan sekarang, karena aku tidak takut mati setelah aku melihat bahwa aku mempunyai banyak teman terutama sekali cucumu. Kalau orang tidak lagi menyayangkan kematian seorang dara jelita muda remaja seperti dia ini, apalagi kematian seorang tua bangka seperti aku. Ha-ha-ha! biarlah aku mati ditemani oleh dara remaja ini!"

Ouw Kong Ek sudah marah sekali, kedua tangannya dikepal sehingga suling batang alang-alang itu hancur di tangannya. Melihat kemarahan ketua Pulau Neraka itu, Sin Liong Berkata, "Ouw-tocu apa yang dikatakan benar. Sudah kuperiksa luka cucumu dan ternyata dia terkena racun yang aneh sekali yang belum pernah aku melihatnya. Maka, biarlah kita menukar keselamatannya dengan keselamatan Soan Cu. Betapapun juga , nyawa Soan Cu jauh lebih berharga dari pada kehidupan seorang sesat seperti dia."

"Ha-ha-ha , itu baru omongan yang tepat!"

Tok-gan-hai-liong Koan Sek yang merasa "mendapat angin" berkata dengan dada dibusungkan. Dia tidak takut lagi sekarang. Nyawa cucu ketua Pulau Es berada di tangannya. Apalagi yang ditakutinya?

"Iblis keparat! Hayo kauberikan obat untuk cucuku dan kau boleh minggat dari sini!"

Ouw Kong Ek membentak. "Ha-ha-ha, aku Tok-gan-hai-liong Koan Sek bukan seorang tolol." Dia lalu menoleh kepada Sin Liong. "Orang muda apakah kedudukanmu di Pulau Neraka ini?" Dia memang tidak dapat menduga karena tadi dia mendengar ketua Pulau Neraka menyebut taihiap (pendekar besar) kepada pemuda ini. Dan kalau ada yang dipercaya di situ. Maka satu-satunya orang adalah pemuda ini.

"Aku bukan penghuni Pulau Neraka aku adalah seorang dari Pulau Es...."

"heeeehhh...??"

Mata Tok-ganhai- liong yang tinggal satu itu terbelalak dan mukanya pucat. Dia merasa seolah-olah dalam mimpi. Setelah bertemu dengan Pulau Neraka yang aneh dan mengerikan di mana semua anak buahnya tewas, dia bertemu pula dengan seorang pemuda sakti yang mengaku datang dari Pulau Es, sebuah sebutan yang tadinya dikiranya hanya terdapat dalam dongeng tahyul belaka. Mimpikah dia? Ataukah dia sudah mati ditelan badai dan sekarang ini adalah pengalaman dari rohnya?

"Pulau...Pulau... Es...?"

Dia berkata lirih. Sin Liong mengangguk tak sabar. Dia tadi mengaku sebenarnya, siapa mengira malah membuat kepala bajak ini menjadi termangu-mangu seperti orang sinting.

"Kalau begitu, aku hanya mau memberikan obat penawar jika engkau yang mengantarku sampai ke sebuah perahu di pantai Pulau Neraka ini."

"Jahanam, kau tidak percaya kepadaku?" Ouw Kong Ek membentak dan para pembantunya sudah mengangkat senjata mengancam.

"Terserah, bunuhlah. Aku toh akan mati bersama dia ini."

Sin Liong menyerahkan tubuh Soan Cu yang masih pingsan kepada kakeknya, kemudian berkata, "ouw-tocu, biarlah kita memenuhi permintaannya. Harap sediakan perahu untuknya."

Terpaksa Ouw Kong Ek menggerakan kapalanya memberi isyarat kepada anak buahnya, kemudian memandang kepada kepala bajak itu dengan mata mendelik. Koan Sek lalu berjalan bersama Sin Liong dan dua anak buah Pulau Neraka menuju ke tepi laut. Setelah sebuah perahu dipersiapkan, kepala bajak itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam sakunya. Benda itu ternyata adalah seekor kuda laut sebesar ibu jari tangan yang sudah kering.

"Nona itu terkena racun yang terkandung dalam duri ikan yang tidak dapat diobati kecuali dengan ini. Bubuklah dan masak, lalu minumkan airnya. Tentu dia akan sembuh." Sin Liong mengerutkan alisnya. Sudah banyak pengetahuannya tentang pengobatan akan tetapi tentu saja belum pernah dia mengenal rahasia racun yang keluar dari dalam lautan.

Dia menyerahkan bangkai kuda laut kering itu kepada dua orang penghuni Pulau Neraka sambil berkata, "Berikan ini kepada Ouw-tocu, suruh menumbuk halus dan masak dengan air, kemudian minumkan kepada Nona. Bagaimana hasilnya supaya cepat melapor ke sini. Aku menunggu di sini."

Dua orang itu menerima kuda laut mati dan berlari memasuki pulau, sedangkan Sin Liong lalu duduk di tepi pantai dengan sikap tenang. "Kau tidak mau membiarkan aku pergi?" Koan Sek bertanya penuh khawatir.

"Jangan tergesa-gesa," jawab Sin Liong. "Aku harus yakin dulu bahwa obatmu benar-benar manjur, baru aku akan membolehkan engkau pergi. Bukankah itu adil namanya?"

Koan Sek menghela napas dan menjatuhkan diri duduk di dalam perahu. Dia maklum bahwa kalau melawan, dia tidak akan menang. "Dia pasti akan sembuh. Dalam keadaan seperti ini, mana aku berani main-main?"

Sin Liong diam saja. Kepala bajak itu menggunakan mata tunggalnya untuk memandangi pemuda itu penuh selidik, kemudian bertanya, "Orang muda, benarkah engkau dari Pulau Es?"

Sin Liong mengangguk.

"Dan siapa namamu?"

"Kwa Sin Liong. Mengapa engkau bertanya-tanya?"

"Tadinya aku mengira bahwa Pulau Es hanyalah sebuah dongeng..."

"Hemm.., memang sekarang hanya tinggal dongeng..."

Sin Liong berkata sambil merenung jauh membayangkan keadaan Pualu Es yang telah terbasmi oleh badai dan kini tinggal menjadi sebuah pulau kosong yang menyedihkan.

"Nguuk... nguuukkk..."

Sin Liong menoleh dan tersenyum "Eh, Enci biruang. Kau menyusulku?"

Biruang itu menghampiri, dan memperlihatkan taringnya ketika dia melihat Koan Sek di atas perahu di depan pemuda itu.

"Binatang yang hebat!"

Koan Sek berkata dan bulu tengkuknya berdiri. Pemuda ini seperti bukan manusia biasa ! dan mempunyai binatang peliharaan seperti itu!

"Kau bilang tadi... tinggal dongeng apa maksudmu?"

"Tidak apa-apa, lupakanlah," kata Sin Liong sambil mengelus biruang yang sudah bertiarap di depannya.

"Orang muda she kwa... eh, Taihiap...kenapa kau mau membebaskan aku?"

Sin Liong mengangkat mukanya memandang dan kepala bajak itu menjadi lebih heran lagi melihat betapa pandang mata pemuda itu sama sekali tidak membayangkan kebencian atau permusuhan dengannya?

"Mengapa tidak? engkau pun membebaskan Soan Cu."

Sin Liong menengok dan tampaklah dua orang tadi datang berlari-lari.

"Kwa-taihiap, Nona sudah sembuh!"

Sin Liong mengangguk kepada Koan Sek. "Pergilah, cepat! Lebih cepat lebih baik dan harap kau jangan sekali-kali mendekati pulau ini."

Koan Sek menjawab, "Terima kasih. Satu kalipun sudah cukuplah!"

Dia mengkirik. "Pulau Iblis seperti ini siapa yang ingin melihatnya lagi?"

Dia lalu menggerakan dayungnya dan perahu meluncur cepat meninggalkan Pulau Neraka. Ketika Sin Liong bersama biruangnya tiba kembali ke tengah pulau benar saja bahwa Soan Cu telah sembuh sama sekali dari pengaruh racun. Hanya luka di pahanya yang tinggal dan luka itu sudah diobati oleh Kong-kongnya. Para penghuni Pulau Neraka sedang sibuk menyingkirkan mayat-mayat yang bergelimpangan mengerikan itu dan Sin Liong lalu diajak masuk ke pondoknya oleh Ouw Kong Ek dan Soan Cu.

"Taihiap, lagi-lagi engkau yang datang menolong kami, "kata Ouw Kong Ek. "Kalau engkau tidak segera datang entah bagaimana dengan aku. Mungkin sudah mati, Sin Liong," kata Soan Cu dengan mata bersinarsinar penuh kagum dan terima kasih.

"Ahh, mengapa Tocu dan kau masih bersikap sungkan terhadap aku? Bukankah kita ini sahabat? Kedatanganku bukan hanya kebetulan saja. Aku datang dengan maksud yang sama seperti setahun yang lalu, yaitu mencari Sumoi. Apakah dia tidak datang ke sini?"

Soan Cu dan kakeknya memandang kaget dan juga heran, dan di dalam pandang mata Ouw Kong Ek terkandung rasa hati tidak senang. Sin Liong maklum akan ketidaksenangan hati kakek itu, maka dia menarik napas panjang dan berkata, "Harap saja Tocu tidak menyangka yang bukan-bukan terhadap Sumoi. Apa yang dilakukan oleh Suhu di sini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Sumoi."

"Jadi Taihiap sudah tahu apa yang diperbuat oleh Han Ti Ong di sini?" Sin Liong mengangguk.

"Aku dapat menduganya. Tentu dia marah-marah karena puterinya pernah ditahan di sini."

"Bukan hanya marah-marah!" kata Soan Cu mengepal tinju. "Orang itu sombong sekali! Dia menghina kakek, biar pun tidak melakukan pembunuhan tapi dia memukul semua orang!"

"Kau juga dipukulnya?" Sin Liong bertanya.

"Tadinya, melihat aku seorang wanita dan masih muda, dia tidak mau memukulku, akan tetapi karena melihat kakek dipukul, aku menyerangnya dan aku roboh oleh tamparan. Dia memang sakti, akan tetapi ganas dan kejam, bahkan semua catatanmu dihancurkan! Sekali waktu kami akan menuntut balas, kami akan menyerang Pulau Es!" Sin Liong menarik napas panjang.

"Lupakan saja niat itu, selain tidak baik juga tidak ada gunanya. Kerajaan Pulau Es tidak ada lagi sekarang, telah musnah."

"Hei...? Apa maksudmu, Taihiap...?" kakek itu bertanya, terbelalak.

"Apa yang telah terjadi?" Soan Cu juga bertanya.

"Dilanda badai... habis seluruhnya, semua penghuninya termasuk suhu dan seluruh benda di sana habis terbasmi kecuali bangunan istana yang telah kosong sama sekali..."

Sin Liong lalu menuturkan dengan singkat malapetaka yang penimpa Pulau Es, dan betapa secara aneh dan kebetulan saja dia dan Sumoinya terluput dari bencana. Kakek dan cucu itu mendengarkan dengan melongo kemudian kakek itu bertepuk tangan dan tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha-ha! Ha-ha-ha-ha! Dendam ratusan tahun lenyap dalam sekejap mata! kami orang-orang buangan yang dianggap berdosa, dianggap dikutuk tuhan, malah masih dapat hidup melanjutkan riwayat, sedangkan penghuni Pulau Es yang suci dan agung, kaum bangsawan yang tinggi, sekali sapu saja musnah! Ha-ha-ha, siapa yang lebih dilindungi Tuhan? Han Ti Ong, tanpa kami bergerak, engkau dan kerajaanmu lenyap sudah!"

Kakek itu tertawa-tawa sampai air matanya keluar sehingga sukar dikatakan apakah dia itu tertawa, ataukah menangis. Mengapa Taihiap sekarang mencari Nona Swat Hong ke sini? Apa yang terjadi dengan dia?"

Sin Liong lalu menceritakan niat perjalanannya bersama Swat Hong, yaitu untuk mencari ibu Swat Hong yang sampai kini tidak diketahui berada di mana. Dan betapa di jalan mereka menjadi bungung dan tersesat karena badai telah menciptakan pemandangan yang berbeda di permukaan laut sehingga sehingga mereka mendarat di gunung es dan betapa dia menemukan biruang hitam.

"Sumoi berangkat melanjutkan perjalanan mencari Pulau Neraka karena disangkanya ibunya berada di sini, sedangkan aku mengobati biruang."

Sin Liong menutup ceritanya, tentu saja dia segera menceritakan kemarahan Swat Hong kepadanya.

"Apakah dalam beberapa hari ini dia tidak dantang ke sini?"

Soan Cu menjawab, "Untung saja dia tidak datang, Sin... eh, Taihiap."

"Soan Cu mengapa engkau meniru kakekmu, bersungkan kepadaku dan menyebut Taihiap segala?"

"Biarlah, Taihiap," Kata Ouw Kong Ek. "Tidak pantas kalau dia menyebut namamu begitu saja. Dan engkau memang menolong kami dan pantas disebut Taihiap karena kepandaianmu tinggi sekali."

"Kaukatakan tadi untung Sumoi tidak datang ke sini, mengapa?"

"Andaikata dia datang, tentu akan terjadi apa-apa yang tidak baik antara dia dan Kong-kong. Ketahuilah, semenjak Raja Pulau Es datang mengacau di sini, Kong-kong jatuh sakit, dan kebencian kami semua terhadap Pulau Es makin mendalam. Maka kalau Sumoimu, Swat Hong datang, tentu akan terjadi hal yang tidak baik."

Sin Liong mengangguk-angguk, merasa lega bahwa sumoinya tidak mendahului datang ke Pulau Neraka, akan tetapi juga menimbulkan kegelisahannya karena dia jadi tidak tahu ke mana sumoinya yang pemarah itu kini berada! Bajak-bajak laut itu, dari mana datangnya dan mengapa mengacau ke sini?" tanyanya.

"Entah. Tahu-tahu mereka muncul dan perahu besar mereka terdampar di tepi pulau."

"Agaknya mereka juga diamuk badai."

"Mungkin."

Soan Cu melanjutkan. "Kami diserang selagi kong-kong sakit. Kong-kong tidak dapat turun dari pembaringan, maka aku yang menggantikannya, aku keluar menyambut mereka, akan tetapi karena kurang hati-hati, karena memandang rendah am-gi mereka, aku hampir celaka kalau tidak ada engkau yang datang di waktu yang tepat, Taihiap."

"Akan tetapi akhirnya, biarpun sakit, Kong-kongmu dapat membunuh semua bajak laut itu."

Sin Liong bergidik ngeri mengenangkan kematian para bajak itu.

"Ugh-ugh....!"

Kakek itu terbatuk-batuk. "Bajak-bajak macam itu saja kalau aku tidak sakit, kalau Soan Cu tidak memandang rendah dan kalau para penghuni tidak baru saja diamuk badai, tidak ada artinya bagi kami. Kalau binatang-binatang Pulau Neraka bersembunyi ketakutan diamuk badai, mana mereka mampu masuk? Sudahlah, sekarang saya hendak menyampaikan permohonan yang amat penting bagi Taihiap."

"Ah, Tocu, Di antara kita yang sudah menjadi sahabat, perlu apa banyak sungkan lagi? Kalau ada sesuatu, katakanlah saja, mana perlu menggunakan permohonan lagi?" jawab Sin Liong.

Akan tetapi, tiba-tiba kakek itu turun dari bangkunya dan menjatuhkan diri berlutut di depan Sin Liong! Tentu saja pemuda ini menjadi sibuk sekali, cepat membangunkan kakek itu dan berkata, "Tocu, harap jangan begini. Aku yang muda mana berani menerimanya? Ada keperluan apakah? katakan saja, aku tentu akan membantumu sedapat mungkin."

Sin Liong berkata dengan hati tidak enak, mengira akan menghadapi hal yang sulit. Setelah duduk kembali dan mengatur napasnya yang terengah-engah karena kesehatannya belum pulih kembali dan tubuhnya terasa amat lelah, kakek itu berkata, "Kwa-taihiap, aku sudah tua dan tidak mempunyai keturunan lain kecuali Soan Cu. Taihiap sudah melihat sendiri keadaan di Pulau Neraka yang merupakan tempat tidak baik untuk seorang dara seperti Soan Cu. Oleh karena itu, setelah kini kerajaan Pulau Es tidak ada, berarti bahwa Pulau Neraka telah bebas dan kami bukanlah orang-orang buangan lagi. Soan Cu juga bukan keturunan orang buangan lagi dan sewaktu-waktu kami boleh meninggalkan pulau ini. Karena itu, aku mohon dengan sepenuh hatiku, sudilah Taihiap membawa Soan Cu bersama Taihiap untuk mengenal dunia ramai, dan syukur kalau Taihiap dapat mengatur agar cucuku ini tidak usah lagi kembali dan tinggal di Pulau Neraka ini. Kuharap permohonan ini tidak akan ditolak oleh Taihiap."

Sin Liong mengerutkan alisnya. Permintaan yang sama sekali tidak pernah disangkanya!

"Akan tetapi, Ouw-tocu, hendaknya diingat bahwa aku sendiri adalah seorang sebatangkara yang tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai tempat tinggal dan masih belum kuketahui apa akan jadinya dengan diriku ini."

"Kalau Taihiap merantau, bawalah dia merantau, ke mana saja aku sudah pasrah sepenuhnya. Baik dia akan Taihiap anggap sebagai sahabat, sebagai saudara, atau kalau mungkin.... dari lubuk hatiku kuharap sebagai calon jodoh, aku sudah merasa lega dan senang, asal dia tidak tersiksa tinggal di neraka ini."

Sin Liong merasa sukar untuk menolak, akan tetapi juga berat untuk menerima, maka dia menoleh kepada Soan Cu dan berkata, "Soal ini sebaiknya kita serahkan kepada Soan Cu sendiri. Kalau memang dia suka merantau meninggalkan pulau ini, tentu saja aku tidak keberatan mengadakan perjalanan bersama. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa aku menerima usul perjodohan Tocu, dan sewaktu-waktu dia boleh pergi ke mana saja, jadi aku tidak terikat oleh perjanjian apapun juga." [bersambung]


Tulisan ini ditulis oleh Asmaraman S / Kho Ping Hood